Mohon tunggu...
Aris Dany Setyawan
Aris Dany Setyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang

Malang,2 April 2003, Pecintas Sastra I Author Kesejarahan I Pengamat Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Balada Seekor Kupu-kupu

30 Agustus 2020   21:22 Diperbarui: 31 Agustus 2020   20:55 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.freeimages.com)

Gemercik air langit yang tersisa
Masih membasahi dinding-dinding
Mahkota kembang sepatu merah

Tak menguras asa sang kupu-kupu
Menjelajahi hamparan sabana bunga
Soal setetes nektar
Tuk menyiram kerongkongan
Yang telah berhari-hari mengering

Eloknya sayap, lepek
Tetap mengiringi perjalanan
Kupu-kupu malang tersebut
Sungguh tak kuasa melihat deraan derita
Hewan kepompong itu

Dari ribuan bunga yang menggeliat
Tak nampak satupun yang menjulurkan tangan
Mengasihinya walau hanya setetes
Cairan legit nan kental
Entahlah dosa apa yang telah ia perbuat
Sampai-sampai
Handai taulan pun tak mengempatinya

Sesampainya di pungkasan taman
Ditemuinya  bunga besar, lebar
Beraromakan layaknya got depan rumah
Atas sabetan kosongnya perut
Ia pun gigih mencari sari manis kembang itu
Meski terkadang nafasnya tak mampu lagi
Menghirup aroma dan takdir buruknya

Lagi dan lagi
Si malang tak menemukan apapun
Dada  ia busungkan
Menolak belas kasihan Dewi Fortuna
Menepis dari pahitnya kenyataan
Yang ada

Kini
Gelagatnya tertuju pada sebuah
Kantung yang menjulur di atas dahan hijau
Hati yang berbunga
Kala melihat obat penyembuh
Perut yang kemriwik
Terbanglah ia dengan kibasan sayap
Pertanda bahagia yang seutuhnya

Lalu masuklah si kupu-kupu
Pada cerobong itu
Alangkah sumringanya ia
Dihadapkan pada genangan nektar

Akan tetapi kuncup kantong itu
Dengan perlahan menyatu
Bak langit yang mendung
Kupu-kupu itu tersesak, gelap
Makanannya itu sekarang jadi musuh
Terus menariknya
Ahhhh...
Kini kupu-kupu itu telah tercerna
Oleh makananya sendiri

Malang, pungkasan Agustus 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun