Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ekspor-Impor: Surplus dengan Catatan

27 Juni 2019   06:28 Diperbarui: 1 Juli 2019   16:56 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Nilai neraca perdagangan ekspor dan impor Indonesia pada bulan Mei akhirnya mengalami surplus setelah beberapa saat yang lalu mengalami defisit yang dalam. Pada Bulan Mei 2018-Mei 2019 surplus mencapai US$207,6 juta. Sebagaimana diketahui Bersama bahwa pada Bulan April neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit mencapai US$2.286,5 juta. Nilai itu disebut-sebut sebagai defisit yang terbesar dalam sejarah ekspor dan impor Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) pada rilis Berita Resmi Statistik, Senin (24/6) di Kantor BPS RI.

Data ini tentu ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak, utamanya pemerintah dalam mengevaluasi program yang telah dijalankan atau yang akan dilakukan. Jika diperhatikan memang dalam setahun terakhir neraca perdagangan cukup mengkhawatirkan. Terdapat sebanyak 8 bulan mengalami defisit dengan nilai yang cukup besar, dari US$953,0 juta sampai yang terbesar US$2.286,5 juta. Sedangkan sebanyak 4 bulan mengalami surplus dengan nilai yang hanya mencapai seperti surplus pada Bulan Mei ini. Surplus terbesar hanya terjadi pada Bulan Juni tahun sebelumnya yang mencapai US$1.673,8 juta.

Penyebab Surplus

Surplus pada neraca perdagangan bisa disebabkan karena nilai ekspor meningkat atau lebih besar daripada nilai impor. Bisa juga karena nilai ekspor tidak mengalami perubahan tetapi nilai impor yang lebih kecil. Bahkan bisa saja keduanya (ekspor dan impor) mengalami penurunan tetapi penurunan impor lebih besar sehingga secara total nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor. Kondisi idealnya atau yang diharapkan adalah bagaimana kita bisa melakukan ekspor sebesar-besarnya dengan bisa melakukan kontrol terhadap impor.

Penyebab surplus pada Bulan Mei bukanlah karena penyebab yang idealnya diharapkan, melainkan karena adanya penurunan nilai impor yang cukup besar. Bukan karena ekspor meningkat. Bahkan bila dibandigkan nilai ekspor pada Mei 2018, ada penurunan nilai ekspor yang mencapai 8,99 persen. Surplus terjadi karena ditolong oleh kondisi impor yang ditekan hingga mengalami penurunan mencapai 17,71 persen.

Hal ini terlihat pada nilai total ekspor pada Mei 2018 yang mencapai US$16.198,3 juta menurun menjadi US$14.741,8 juta pada Mei 2019. Ada pun nilai impor penurunannya lebih besar lagi dari US$17.662,9 juta pad Mei 2018 menjadi US$14.534,2 juta. Yang juga berarti bahwa surplus nilai ekspor pada Bulan Mei 2019 sangat kecil.

Ekspor nonmigas Mei 2019 mencapai US$13,63 miliar, naik 10,16 persen dibanding April 2019. Sementara dibanding ekspor nonmigas Mei 2018, turun 6,44 persen. Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Mei 2019 terhadap April 2019 terjadi  pada  lemak  dan  minyak  hewani/nabati  sebesar  US$178,0 juta (14,97 persen), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$131,1 juta (49,05 persen).

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia periode Januari–Mei 2019 mencapai US$68,46 miliar atau turun 8,61 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, demikian juga ekspor kumulatif nonmigas mencapai US$63,12 miliar atau menurun 7,33 persen. Total nilai ekspor masih sangat didominasi oleh nonmigas yang mencapai 92,20 persen, migas hanya 7,80 persen.

Impor nonmigas Mei 2019 mencapai US$12,44 miliar atau turun 5,48 persen dibanding April 2019. Demikian pula jika dibandingkan Mei 2018 turun 15,94 persen. Penurunan impor nonmigas terbesar Mei 2019 dibanding April 2019 adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$158,5 juta (8,68 persen), sedangkan peningkatan terbesar adalah golongan sayuran sebesar US$69,8 juta (269,50 persen).

Nilai impor kumulatif Januari–Mei 2019 adalah US$70.601,9 juta atau turun 9,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Total nilai impor juga didominasi oleh nonmigas yang mencapai 87,13 persen, migas mencapai 12,87 persen. Memperlihatkan bahwa struktur impor migas lebih besar daripada ekspor.

Dari Mana ke Mana?

Pada Mei 2019 negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah Tiongkok menyusul Amerika Serikat dan Jepang. Kontribusi dari ketiga negara itu saja sudah mencapi 37,17 persen. Tetapi perlu diketahui bahwa impor dari negara Tiongkok masih jauh lenih besar dibanding nilai ekspornya. Jika dijumlahkan kontribusi ketiga negara (Tiongkok, Jepang, Thailand) terhadap nilai impor mencapai 46,24 persen.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Mei  2019  berasal  dari  Jawa  Barat  dengan  nilai  US$12,42 miliar  (18,14  persen),  diikuti  Jawa  Timur  US$7,81  miliar  (11,41 persen) dan Kalimantan Timur US$6,98  miliar (10,19 persen).

Kontribusi ekspor terkecil berasal dari Provinsi Gorontalo dengan nilai hanya US$1,6 juta (0,00 persen). Kontribusi terkecil selanjutnnya adalah Provinsi Maluku (0,02 persen) dan Provinsi NTT (0,02 persen). Adapun Provinsi Sulawesi Barat mencapai US$193,1 juta atau 0,28 persen.

Kalau Defisit Kenapa?

Mungkin pertanyaan akan muncul, kenapa sih terlalu dipermasalahkan kalau defisit, yang penting kan harga barang stabil? Benarkah pertanyaan tersebut atau kelihatan konyol?

Hal ini terjadi pada sektor-sektor riil yang tentunya bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga efeknya tidak instan bisa diatasi. Sebagaimana diketahui bahwa secara riil kalau terjadi defisit aatau saat neraca transaksi berjalan defisit (CAD, current account deficit) berarti aliran uang ke luar negeri lebih banyak daripada aliran yang masuk ke dalam negeri. Jika rupiah sebagai mata uang kita kekurangan pasokan dalam negeri maka akan sangat sulit menahan tekanan mata uang negara lain.

Hal ini bisa kita lihat dari kecenderungan neraca perdagangan kita yang mulai defisit sejak tahun 2010-2011 sejak saat itulah rupiah cenderung melemah. Pada saat itu mungkin nilau tukar rupiah mencapai Rp9.000,- per US$ sedangkan sekarang mencapai Rp14.000,- hingga Rp15.000,- per US$. Bisa dikatakan pelemahannya sudah sangat akut dan penyebab utamanya bisa jadi karena defisit neraca perdagangan tersebut.

Tahu sendiri kan masalah apa yang kemudian muncul jika nilai tukaar terus melemah. Gonjang-ganjing dalam negeri, emak-emak berdemo, hingga dibawa-bawa ke masalah politik tagar #GantiPresiden.

Kontribusi kita sebagai masyarakat biasa untuk bisa turut andil adalah tentu saja dengan berusaha memproduksi barang-barang kualitas ekspor. Jika kita hanya konsumen kita bisa mengidentifikasi barang-barang mana saja yang masih harus diimpor. Kita bisa mengkonsumsi barang pengganti lain yang masih bisa diperoleh di dalam negeri. Atau kita bisa menghemat pemakaian barang impor tersebut seperlunya saja. Jangan berlebihan.

Sebagai contoh barang konsumsi yang masih terus diimpor dan bahkan mengalami peningkatan cukup besar adalah sayuran, US$95,7 juta atau meningkat 269,50 persen dari bulan sebelumnya. Barang-barang lainnya juga seperti plastik dan barang dari plastik masih cukup besar yakni US$713,3 juta, perhiasan/permata US$115,5 juta, dan kayu/barang dari kayu US$75,9 untuk Bulan Mei saja. Dan yang cukup besar juga adalah ampas/sisa industry makanan yang mencapai US$291,5 juta pada Bulan Mei saja.

Barang-barang lainnya masih banyak lagi yang sebenarnya masih ada barang pengganti di dalam negeri. Setiap intervensi dan kebijakan pemerintah tidak bisa berjalan dengan baik tanpa kesadaran dari kita bersama.

Sebuah sinyal yang bagus memang ketika kita sudah mulai kembali bisa surplus dengan bisa sedikit menekan nilai impor. Tetapi alangkah baiknya jika kita mengarah ke kondisi ideal seperti harapan Kepala BPS RI, Kecuk Suhariyanto, “Kondisi ideal adalah kita bisa meningkatkan ekspor sebesar-besarnya serta bisa mengontrol impor.” *)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun