Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak awal digadang sebagai terobosan untuk meningkatkan kualitas gizi siswa Indonesia. Gagasannya mulia—mendorong pemerataan akses pangan sehat bagi anak bangsa. Namun dalam praktiknya, MBG justru memunculkan banyak kasus keracunan massal. Situasi ini menandakan bahwa kita sedang menghadapi kondisi darurat MBG.
Darurat Kesehatan
Data dari berbagai lembaga resmi menunjukkan jumlah korban keracunan sangat mengkhawatirkan:
BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 korban, sementara Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban, dan BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban hanya dalam kurun 10–17 September 2025.
Hingga 22 September 2025, BGN mengakui 4.711 korban keracunan.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bahkan menyebut ada 5.360 siswa terdampak.
Sebaran kasus meluas di berbagai provinsi: Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat, hingga Bengkulu. Di Kabupaten Lebong, Bengkulu, misalnya, tercatat 539 siswa PAUD hingga SMK mengalami gejala keracunan. Di Bandung Barat, ratusan pelajar jatuh sakit usai menyantap makanan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cipongkor.
Alih-alih menyehatkan, makanan MBG justru membahayakan kesehatan anak-anak.
Darurat Kebijakan
Investigasi awal menemukan berbagai kelemahan serius: