Program demi program telah diluncurkan pemerintah, mulai dari desa hingga kota. Harapan disematkan, anggaran dikucurkan, dan narasi kesejahteraan rakyat terus digaungkan. Namun, tak sedikit program yang kandas, mati pelan-pelan atau bahkan tak sampai menyentuh rakyat kecil. BUMDes, PIP, KIP, BOS, Ketahanan Pangan, KUD, Sekolah Rakyat, Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga yang terbaru: Koperasi Merah Putih. Apakah semua akan bernasib sama?
1. BUMDes: Potensi Besar, Manajemen Lemah
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) digagas sebagai motor ekonomi desa. Namun, data Kemendesa tahun 2022 menunjukkan dari 74.961 BUMDes yang tercatat, hanya sekitar 20% yang aktif dan memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi desa. Sisanya mati suri, salah urus, atau hanya jadi simbol administratif.
Masalah utama: minimnya SDM, tiadanya pelatihan manajerial, dan dominasi elite lokal. Banyak BUMDes dikelola tanpa perencanaan matang, tidak adaptif terhadap pasar, bahkan tak tahu apa yang dijual dan kepada siapa.
2. PIP & KIP: Program Pendidikan yang Kurang Terarah
Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) semestinya menjadi penyelamat pendidikan anak-anak miskin. Namun laporan Tempo (2023) menunjukkan bahwa banyak dana KIP tidak sampai ke siswa tepat waktu. Bahkan, ada temuan siswa mampu yang menerima, sedangkan yang benar-benar membutuhkan tak terdaftar.
Sumber masalahnya klasik: data tidak diperbarui, sistem distribusi tidak transparan, dan minim pengawasan. Akibatnya, program ini lebih sibuk mengurus administrasi ketimbang mengejar kualitas pendidikan.
3. BOS: Anggaran Besar, Efektivitas Dipertanyakan
Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) mengalir triliunan rupiah tiap tahun. Namun, dalam laporan BPK 2021 ditemukan penyimpangan penggunaan dana BOS di berbagai daerah: mulai dari pembelian fiktif hingga pengadaan barang tidak sesuai harga pasar.
Sayangnya, audit tak dibarengi dengan tindakan nyata. Banyak sekolah merasa terjebak prosedur administratif ketat, tapi tanpa pelatihan penggunaan anggaran yang efektif.