Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah Ekonomi Pembangunan, Ekonomi Perubahan Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Desa Wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perubahan Sosial dalam Kerangka Tawhidi String Relation (TSR): Integrasi Epistemologi Tauhid dan Model Kurt Lewin

24 Mei 2025   10:04 Diperbarui: 24 Mei 2025   10:04 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Perubahan sosial adalah keniscayaan yang tak terelakkan dalam setiap peradaban. Dalam realitas kontemporer, berbagai transformasi sosial, ekonomi, dan budaya mendorong kebutuhan akan pendekatan perubahan yang tidak sekadar teknokratis, tetapi juga bermuatan etis dan spiritual. Model tiga tahap Kurt Lewin --- Unfreeze, Change, Refreeze --- menjadi salah satu pendekatan klasik yang digunakan dalam menjelaskan dinamika perubahan organisasi dan sosial. Namun demikian, model ini memerlukan penyesuaian nilai dalam konteks masyarakat Muslim.

Dalam konteks epistemologi Islam, konsep Tawhidi String Relation (TSR) yang dikembangkan oleh Masudul Alam Choudhury menawarkan kerangka filosofis dan metodologis yang sangat relevan. TSR menempatkan nilai Tauhid sebagai pusat penggerak perubahan dan keseimbangan kehidupan manusia. Artikel ini bertujuan mengintegrasikan model perubahan Lewin dengan paradigma TSR, menjadikannya pendekatan holistik dalam rekayasa sosial masyarakat Muslim, dengan mengangkat kasus dan praktik di Indonesia.

1. Epistemologi Tauhid dan Prinsip Tawhidi String Relation (TSR)

Dalam pandangan Islam, ilmu bukanlah entitas bebas nilai, melainkan instrumen ibadah yang bermuara pada pengakuan terhadap keesaan Allah (Tauhid). Tawhidi String Relation menekankan bahwa pengetahuan lahir dari wahyu (naqli), akal (aqli), dan intuisi (dzauqi), lalu dihubungkan dalam jejaring relasional menuju tujuan akhir: al-falah (kesejahteraan dunia dan akhirat).

TSR terdiri dari tiga prinsip utama:

  1. Tauhid sebagai fondasi epistemik: Segala aspek kehidupan, termasuk sosial dan ekonomi, berakar pada keesaan dan kehendak Allah.

  2. Circular causation: Relasi timbal balik antara variabel spiritual dan material. Setiap perubahan sosial berakar pada transformasi spiritual dan sebaliknya.

  3. Integrasi ilmu dan nilai: Tidak ada ilmu yang netral dari nilai. Dalam Islam, ilmu harus menjawab kebutuhan moral, sosial, dan spiritual masyarakat.

Dengan kerangka tersebut, TSR tidak hanya menjadi fondasi etis, tetapi juga peta jalan metodologis dalam mendesain perubahan sosial yang adil, partisipatif, dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun