Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Pendek di Cinta yang Panjang

4 Agustus 2023   16:51 Diperbarui: 4 Agustus 2023   17:04 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ceita pendek di cinta yang panjang (sumber image: freepik.com) 

Cerita Pendek di Cinta yang Panjang

Cinta sederhana: terbagi dalam beberapa Chapter saja.

Chapter #I

Semasa remaja, seolah kita sejoli. Padahal faktanya bukan. Kita bertemu di pelataran kapel tua. Sambil membawa buku cerita "Dari Jendela SMP" karya Mira W, kamu menghampiriku, nun di kala itu. 

"Bacalah ini, ceritanya bagus. Siapa tahu kamu suka, idealis", katamu. Aku menerima bukumu. Aku memakai kostum semacam jubah berwarna merah, sehabis misa. 

"Syukurlah. Senang melihatmu tampak saleh, idealis", katamu lagi sekenanya. Wajahmu yang manis, merona merah muda.

"Kesalehan itu baik. Tapi bukan segalanya", kataku pendek.

"Mengapa begitu, idealis?" tanyamu renyah, sedikit terkejut.

"Sebab ada kalanya, kejahatan muncul dari kesalehan yang datang dari balik jubah mulia. Itu jauh lebih berbahaya", jawabku. Kamu diam. Mengapa begitu, idealis? Tanyamu lagi, seperti angin berbisik.

"Kesalehan tidak identik dengan kesucian", kataku. Kamu melongo.

"Kamu ngaco, kamu memang idealis. Pikiranmu sulit kutebak", katamu mencubit lenganku. Dan kita pun tertawa. Sudahlah. Sehabis meminum es degan di halaman depan kapel tua, kita berpisah. 

Chapter #II 

Sejeda waktu, lima tahun berlalu. Lama kita tak bersua. Tetapi di pelataran Gua Maria, kita bertemu. Bukan untuk membincang tentang kita, tetapi meronce rosario. Mencoba mengucap kata-kata, tetapi canggung. Sendiri sendiri mengadu kepada Bunda Maria. Hanya sesekali, saling memandang. Itu pun seperti seolah merasa telah bertemu.
"Aku telah memutuskan. Besok aku pergi, masuk seminari". 
Kamu melongo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun