Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kupu-kupu Malam itu Bernama...

11 September 2020   02:31 Diperbarui: 11 September 2020   02:28 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sebuah nama keluar dari mulut bergincu, nama yang indah, seindah tubuhnya dengan senyum  menggoda, mata laki-laki yang haus kehangatan akan terpesona, ingin merasakan kehangatan tubuhnya.

Perempuan itu tak peduli siapa yang akan menghujamnya, lelaki gagahkah, lelaki gendutkah dengan perut membuncit, lelaki muda dan tua akan dilayaninya, asal lembaran-lembaran masuk dompetnya.

Meski terpaksa dan tersiksa senyuman selalu menghiasi  perempuan itu, para lelaki yang ingin menghujamnya tak pernah bertanya padanya, kepuasan dan kepuasan yang dicari, masa bodoh air mata yang menggenang di mata perempuan itu.

Kalau bukan karena penghianatan tak mungkin perempuan itu tersesat di dunia kelam, kalau bukan mata bening yang menanti, ia ingin hentikan semua.

Bila perempuan baik-baik yang di rumah tau, meski lelakinya yang mendatangi perempuan itu, tetap saja perempuan itu yang di persalahkan. Sedang para lelakinya akan berlagak tidak tau, bagai membuang kotoran di jalan.

Perempuan itu hanya diam dan tersenyum meski gerimis turun di hatinya, mata bening dan polos menari-nari di matanya. Aaahhhhh


ADSN1919

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun