Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Surat Kekasih

11 Juli 2019   20:31 Diperbarui: 11 Juli 2019   20:42 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kepergianmu, hari demi hari aku masih selalu datang ketempat dimana kita terakhir bertemu dulu, dengan harapan kamu akan kembali datang menemuiku di tempat itu. Hingga  satu hari sebelum menikahpun aku masih mengharapkan kedatanganmu di tempat ini. Tapi hingga acara pernikahan dengan Yudha selesai, engkau menghilang seperti di telan Hantu.  Engkau menghilang tanpa aku tahu sebabnya, aku sering mencari kabar dengan menemui orangtua dan adik-adikmu, tapi ternyata merekapun sama sepertiku, mereka juga kehilangan jejakmu.

Sayang,

Tanpamu, aku hidup bersama dengan lelaki yang tidak pernah bisa menggantikanmu di dalam hatiku, saat itu aku hampir putus asa karena masih terus berharap bisa hidup bersamamu. Pada saat melahirkan anak pertamaku, saat aku mengalami pendarahan yang hebat, jujur saja saat itu aku berharap agar Tuhan segera mencabut nyawaku. Karena waktu itu aku berpikir bahwa mungkin itu adalah satu-satunya jalan agar aku bisa kembali bertemu denganmu.

Sayang,

Tak lama setelah Yudha pergi meninggalkanku selamanya, tiba-tiba saja kamu kembali menghubungiku. Aku masih tidak percaya saat itu. Saat pertama kali kembali mendengar suaramu. Saat pertama kali aku mengangkat panggilan dari nomor telepon yang tidak aku kenal itu.

Sayang,

Jujur saja aku kaget saat pertama kali kembali bertemu denganmu, setelah 21 tahun berlalu tidak pernah ada kabar darimu, sepertinya kamu tidak terlalu kaget dengan penampilanku. Saat pertama kali kamu melihat gadis tomboymu itu memakai kerudung, Aku tahu bahwa saat itu engkau hanya bercanda, saat bertanya apakah aku hendak pergi ketempat pengajian? karena dari raut wajahmu, aku tahu bahwa engkau sepertinya begitu tahu dengan perubahanku itu.

"Engkau masih cantik di mataku, seperti 21 tahun yang lalu," katamu waktu itu sambil tersenyum menatapku.

Jujur aku salah tingkah mendengarnya waktu itu, beruntung saat itu ada banyak pengunjung di dalam warung kopi, di tempat kita biasa duduk pada 21 tahun yang lalu. Pipiku merona merah waktu itu.

Sayang,

Setelah terjadi penembakan di depan mataku, saat memeluk tubuh bersimbah darahmu, masih dengan darah yang keluar dari mulut dan hidungmu, saat itu kamu berusaha meminta maaf karena telah meninggalkanku. Sambil menjerit dan terus menciumi bibirmu aku terus berteriak memanggil namamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun