Tandus aksara di rimba antah. Musim kering menyapu habis ego yang tersisa dalam wadak pendosa. Nelangsa berebut tempat merajai geta singgasana. Waktu melipat bentang jarak, Aruna. Lembar-lembar bernoktah buram dimakan rayap angkara.
Memantik api di kedalaman matamu. Bara menggelora tiada henti. Perciknya panaskan kuncup netra, tak ada derai seperti biasa. Kematian mendekap seribu ingin. Bertengger di pintu-pintu kenangan yang tak sempat kau tengok kala senja.
Adakah dura telah mengabadi dalam kamar atma?
Purnama dua belas. Lirih tonggeret berseru diiringi nyanyian burung hantu. Malam ini, keramaian semesta membuat pilu. Tapi ujung pena tak jua mencurahkan kata-kata nan syahdu. Hanya gelisah, piawai dimainkan dalam debar detak jantung yang membiru.
Sebentar saja, Ar, aku nikmati cicip asa dari semara. Sebelum langkahmu meniti rua tanpa tanya.
Sebentar lagi..
Aku kembalikan kau.
Pada beringas takdir tanpa tembang asmara...
- Jakarta, 22 Juni 2020 -