"Sudahlah, jangan mikir yang aneh-aneh. Kalo kita jodoh pasti akan disatukan, kok."
"Ah, selalu begitu jawabanmu." Yuda menghela napas panjang.
***
Diam-diam, Any mulai memperhatikan Yuda. Dia berusaha mencari tahu kegiatan Yuda sehari-hari. Hatinya mulai terbuka oleh ketulusan cinta lelaki bertubuh tinggi berkulit sawo matang itu.
Hari itu, tanggal 31 Desember. Setelah beberapa waktu tak bertemu, menjelang malam pergantian tahun, Any melihat Yuda membonceng gadis adik dari temannya. Mereka sempat berpapasan.
Seketika, Any tampak sedih. Rona cemburu tersirat dari pandangannya. Namun sayangnya, Yuda tak melihat keberadaan Any. Dia berlalu begitu saja.
Dengan langkah cepat, Any segera pulang dan menumpahkan air mata serta sesak di dadanya. Dia menangis sejadi-jadinya dan menyesal telah menyimpan rasa rindu untuk Yuda. Any tak menyangka akan sesakit itu jadinya. Dia seolah merasa hancur.
"Mengapa aku harus menangisi lelaki itu? Untuk apa air mataku ini? Apakah ini artinya aku cemburu? Inikah patah hati?"
Dalam tangisnya, Â Any berpikir jauh. Dia membayangkan bagaimana sakitnya Yuda kemarin-kemarin terhadap perlakuannya. Any yang sering didatangi teman lelakinya hanya untuk pinjam buku catatan, tak sadar juga telah menyakiti hati Yuda.
"Siapa itu tadi?" tanya Yuda suatu hari setelah teman lelaki Any pulang.
Sudah jadi kebiasaan, Any selalu mengantar tamunya hingga ke halaman. Saat itu juga, Yuda yang tak sengaja lewat menghampiri. Dia menanyakan lelaki yang baru saja pergi dari rumah Any.
"Temanku, cuma pinjam catatan. Kok bisa pas, kamu tahu ada temanku datang?" Any balik bertanya.