"Baik, Kak, aku pulang dulu kalo gitu. Titip Bang Yuda, ya. Makasih, Kak Any." Candra pun berlalu meninggalkan Any yang masih termangu.
Saat Any masuk rumah, Yuda sudah bangun dan duduk di ujung sofa. Dia tampak sedih, sepertinya sedang memikirkan beban yang sangat berat. Any berusaha mendekati dan duduk di ujung sofa yang lain.
"Kamu sudah bangun? Mau dibuatkan kopi?" tanya Any lembut.
Yuda menghela napas panjang.
"Duduk sajalah, aku ingin bicara," pinta Yuda lirih.
"Lagi ada masalah berat?" tanya Any.
"Ayahku nikah lagi, Any. Aku kasihan Ibu. Aku tak tega lihat Ibu disakiti," ucap Yuda memulai cerita.
Any hanya terdiam mendengar cerita dari Yuda. Apa yang dialami Yuda memang tidak mudah untuk dijalani. Lelaki sebandel itu pun ternyata bisa meneteskan air mata karena peristiwa itu.
"Lalu, dengan kamu mabuk-mabukan apa tidak lebih menyakiti ibumu? Kamu pikir dengan alkohol semua akan beres? Lihat adik-adikmu! Ayahmu sudah seperti itu, kalo kamu terus seperti ini, apa jadinya adik-adikmu? Siapa yang jadi panutannya?" Any berusaha membuka jalan pikiran Yuda.
"Aku stress, Any. Kamu tak juga memberi jawaban atas cintaku. Ditambah lagi ayahku yang menikah lagi. Keinginanku untuk melanjutkan kuliah pun harus melayang. Tak ada yang bisa kulakukan lagi, Any!" Yuda terguguk.
"Kamu keliru. Apa dengan cara seperti ini lalu aku bisa menerima kamu? Justru makin hilang simpatiku. Tidak begini caranya! Bagaimana mungkin aku menerima lelaki cengeng? Mengatasi masalahnya sendiri saja tak bisa, apalagi masalah rumah tangga yang kompleks? Rubah cara berpikirmu!"