Hermeneutik menemukan relevansinya yang kuat dalam praktik CSR. Dalam paradigma bisnis konvensional, CSR kerap dipandang sebagai strategi reputasi atau kewajiban hukum. Namun, hermeneutik menafsirkan CSR sebagai narasi moral bentuk ekspresi nilai yang hidup dalam organisasi.
Laporan CSR seharusnya tidak berhenti pada daftar kegiatan atau angka dana yang disalurkan. Ia harus menjadi cermin dari kesadaran etis: bagaimana perusahaan memahami penderitaan masyarakat, menafsirkan kembali perannya, dan bertransformasi menuju tanggung jawab sosial yang sejati.
Paul Ricoeur, dengan gagasan etika naratif-nya, menegaskan bahwa moralitas sejati lahir dari kisah hidup. Dalam konteks ini, setiap laporan CSR dapat dilihat sebagai "kisah moral" perusahaan sebuah upaya untuk menyampaikan pengalaman etisnya kepada publik.
Dengan demikian, hermeneutik mengubah CSR dari sekadar kewajiban administratif menjadi bentuk komunikasi empatik antara perusahaan dan masyarakat. Ia memulihkan makna kemanusiaan di tengah sistem ekonomi yang sering kali dingin dan rasional.
4. Dalam Akuntansi Publik dan Pemerintahan: Membangun Kepercayaan dan Legitimasi
Di sektor publik, pendekatan hermeneutik menjadi landasan penting untuk memperbaiki krisis kepercayaan terhadap institusi negara. Laporan keuangan pemerintah, misalnya, sering dipandang hanya sebagai dokumen formal. Namun, dari perspektif hermeneutik, laporan tersebut memiliki makna yang jauh lebih dalam: ia adalah narasi amanah publik.
Ketika pemerintah menyusun laporan keuangan, yang sejatinya sedang dilakukan bukan hanya pelaporan angka, melainkan penyampaian makna tanggung jawab moral kepada rakyat. Transparansi keuangan pemerintah bukan hanya soal efisiensi birokrasi, tetapi bentuk komunikasi kejujuran antara negara dan warganya.
Pendekatan ini sangat relevan di Indonesia, di mana nilai amanah dan gotong royong menjadi bagian penting dari budaya sosial. Dengan hermeneutik, pelaporan keuangan pemerintah dapat ditafsirkan sebagai dialog moral antara penguasa dan rakyat, bukan sekadar pemenuhan kewajiban administratif.
5. Dalam Pendidikan Akuntansi: Membangun Kesadaran Reflektif Mahasiswa
Hermeneutik juga memiliki peran transformasional dalam pendidikan akuntansi. Selama ini, pembelajaran akuntansi di banyak perguruan tinggi masih didominasi pendekatan teknis berfokus pada PSAK, IFRS, dan analisis numerik. Padahal, inti dari akuntansi adalah pemahaman tentang manusia dan tanggung jawabnya.
Melalui pendekatan hermeneutik, pendidikan akuntansi diarahkan agar mahasiswa tidak hanya menguasai logika perhitungan, tetapi juga memahami nilai moral di balik setiap angka. Mahasiswa diajak untuk merenungkan makna kejujuran, integritas, dan keseimbangan sosial dalam setiap praktik pelaporan.