Kadang, rasa lelah berubah jadi tawa karena tak ada pilihan lain selain bertahan dengan cara sederhana.
Ketika malam tiba, suara sirene itu kembali terdengar. Kami bergegas menyiapkan evakuasi: memindahkan pasien, mengemas alat medis seadanya, dan menenangkan warga yang panik.Â
Di tengah hiruk pikuk itu, aku sempat menoleh ke arah gunung.
Merapi menyala merah, seperti napas besar bumi yang sedang marah --- tapi juga seperti hati kami yang menyala oleh panggilan untuk tetap membantu.
Malam itu aku sadar, tidak ada pekerjaan yang lebih bermakna daripada menjaga harapan di tengah ancaman.
Kami bukan pahlawan, hanya manusia yang tidak ingin menyerah di kaki gunung yang selalu menguji keteguhan kami.
Dan besok pagi, meski abu mungkin masih turun dan genteng bocor lagi, aku tahu kami akan tetap kembali ke puskesmas ---menata ulang ruangan, menyalakan lampu, dan melanjutkan cerita kecil tentang keberanian di kaki gunung lewotobi laki-laki.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI