Mohon tunggu...
Dr. Anthony Dio Martin
Dr. Anthony Dio Martin Mohon Tunggu... Writer, Inspirator, Speaker dan Entrepreneur (WISE)

Dr. Anthony Dio Martin dikenal sebagai WISE (Writer, Inspirator, Speaker dan Entrepreneur) yang merupakan seorang profesional di bidang psikologi dan pengembangan diri, juga praktisi bisnis. Beliau merupakan pembicara nasional yang aktif memberikan pelatihan dan inspirasi, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Saat ini, beliau menjabat sebagai CEO PT. Solusi Daya Manusia Excellency (HR Excellency) dan MiniWorkshopSeries (MWS) International untuk Indonesia. Dua lembaga ini aktif menyelenggarakan berbagai pelatihan dan workshop di banyak perusahaan serta organisasi, baik nasional maupun multinasional, termasuk di Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Beliau juga menjabat sebagai Komisaris Utama PT. 3S Indonesia, yang bergerak di bidang alkes. Dr. Anthony Dio Martin adalah lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan menyelesaikan gelar MBA di bidang Strategic Leadership dari City University–Seattle di Vancouver. Gelar Doktor Psikologi (PsyD) beliau peroleh dari Touro University Worldwide (TUW), California, Amerika Serikat, dengan fokus pada psikologi industri dan organisasi. Beliau juga merupakan trainer bersertifikasi internasional di bidang Leadership, Emotional Intelligence (EQ), NLP, Hypnotherapy, Firewalking, hingga Lego Serious Play. Selain itu, beliau adalah seorang professional coach dengan sertifikat yang diakui oleh ICF (International Coach Federation). Dalam dunia kepenulisan, beliau telah menghasilkan lebih dari 20 buku bestseller, serta menciptakan ratusan podcast dan video pembelajaran. Beliau juga pernah menjadi kolumnis di berbagai media nasional, serta tampil membawakan program-program motivasi di beberapa stasiun TV swasta dan kabel. Selama lebih dari 17 tahun, beliau dipercaya sebagai narasumber tetap program “Smart Emotion” di jaringan radio SmartFM yang disiarkan ke seluruh Indonesia. WA Info Seminar/Training: 081298054929

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Strawberry Generation: Apa Yang Bisa Orang Tua Lakukan Agar Anak Tidak Rapuh?

3 April 2025   19:33 Diperbarui: 3 April 2025   19:33 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Strawberry Generation Bagaimana mengahdapinya (HR Excellency - Anthony Dio Martin)

Seorang bapak duduk di hadapan saya dengan wajah lelah dan suara yang berat. Ia mulai membuka cerita tentang anak semata wayangnya. Anak yang dulu ia besarkan dengan penuh cinta dan harapan, anak yang kini justru membuatnya sering mengelus dada.

Anaknya sudah bekerja. Tapi baru satu tahun, ia sudah tiga kali pindah kerja. Di setiap tempat, selalu ada masalah. Bukan karena prestasi yang kurang, bukan karena tak mampu, tapi karena hatinya terlalu mudah terluka. Mudah tersinggung. Mudah merasa dunia tak berpihak padanya.

Di tempat kerja ketiga, puncaknya terjadi. Ia telat mengumpulkan laporan proyek, dan atasannya menegurnya dengan tegas. Lalu ia pulang ke rumah dengan wajah kesal dan berkata, "Pak, emangnya dia siapa? Bapak sama Ibu aja nggak pernah bentak aku kayak gitu!" Lalu kalimat berikutnya yang ia ucapkan membuat ayahnya terdiam: "Aku nggak butuh-butuh amat kerja di sini." Dan, seperti sebelumnya, hanya dalam hitungan bulan, ia keluar lagi.

Sudah tiga bulan sejak kejadian itu. Tak ada pekerjaan baru. Tak ada lamaran yang dikirim. Tak ada usaha untuk bangkit. Yang ada justru permintaan uang saku kepada ibunya. Dan ibunya, karena terlalu sayang, kembali memberikannya. Sementara si bapak, hanya bisa diam dan menarik napas panjang.

Yang lebih membuat hati orang tuanya makin teriris, sang anak kini sedang berdiskusi dengan teman-temannya untuk membuat usaha sendiri. Tapi bukan karena gairah berwirausaha. Bukan karena panggilan hati untuk membangun sesuatu. Melainkan karena satu alasan yang bikin tercengang: "Biar nggak capek-capek bangun pagi kerja sampai sore."

Bukan visi yang menggerakkan, tapi keengganan menghadapi rutinitas. Bukan impian yang mendorong, tapi rasa malas yang menuntun.

Inilah sekilas potret nyata dari apa yang selama ini kita sebut dengan istilah strawberry generation. Generasi yang dari luar terlihat keren, terdidik, penuh potensi, tapi begitu disentuh tekanan sedikit saja, langsung hancur. Rapuh. Mudah patah.

Namun, saya tak ingin terlalu cepat menyalahkan mereka. Karena sering kali, mereka tak tumbuh sendiri seperti itu. Mereka adalah hasil dari pola asuh yang terlalu lembut.

Pola asuh yang penuh kasih, tapi absen dalam mendidik tanggung jawab. Mereka adalah anak-anak yang terlalu sering dimenangkan, bahkan sebelum bertanding. Anak-anak yang selalu dibela saat salah. Anak-anak yang selalu diselamatkan, bahkan ketika seharusnya dibiarkan jatuh agar bisa belajar bangkit.

Mereka tak pernah diajari bahwa hidup itu berat. Bahwa kerja itu menuntut. Bahwa dunia luar tidak selalu ramah. Bahwa tidak semua orang akan sabar dan pengertian seperti orang tua mereka. Dan ketika dunia nyata mulai menampar, mereka tak siap. Mereka lari. Mereka mundur. Mereka menyalahkan sekitar, tapi tak tahu cara menumbuhkan kekuatan dari dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun