Homo Deus adalah lanjutan dari karya sebelumnya, Sapiens: A Brief History of Humankind. Jika Sapiens menyoroti sejarah dan evolusi manusia, Homo Deus mencoba menjawab satu pertanyaan besar: Apa yang akan terjadi dengan umat manusia setelah kita menaklukkan kelaparan, penyakit, dan perang?
Harari mengusulkan bahwa umat manusia kini mengejar tiga proyek besar baru:
- Keabadian (Immortality)
- Kebahagiaan (Happiness)
- Ketuhanan (Divinity) -- dalam arti menjadi seperti dewa: menciptakan dan memanipulasi kehidupan
Buku ini dibagi ke dalam tiga bagian besar:
- The New Human Agenda.
Menjelaskan bagaimana manusia telah mengatasi tantangan besar sejarah (kelaparan, wabah, perang) dan kini membidik proyek-proyek transendental.
- Homo Sapiens Gives Meaning to the World.
Menggambarkan bagaimana manusia menciptakan makna melalui mitos, agama, dan ideologi. Harari mengkritik narasi-narasi besar seperti humanisme, liberalisme, komunisme, dan agama tradisional sebagai fiksi kolektif.
- Homo Deus.
Mengeksplorasi masa depan umat manusia, terutama dalam kaitannya dengan kecerdasan buatan, bioteknologi, dan algoritma. Harari memperingatkan tentang munculnya "dataisme" -- sistem kepercayaan baru yang menempatkan aliran data di atas semua nilai lainnya.
Poin-poin kunci dan analisis dalam buku ini meliputi:
- Kebangkitan "Dataisme"
Harari mengajukan bahwa dalam dunia yang makin digital, algoritma dan data akan menggantikan manusia sebagai pengambil keputusan terbaik. Bahkan nilai-nilai humanisme bisa dianggap usang jika mesin bisa memahami kita lebih baik daripada diri kita sendiri.
"Dataism declares that the universe consists of data flows, and the value of any phenomenon or entity is determined by its contribution to data processing."
Konsep ini meradikalkan ide masa depan. Jika benar, maka masa depan bukan milik manusia, melainkan milik sistem yang dapat mengelola informasi secara lebih efisien dari kita. Ini menciptakan dilema etika dan eksistensial baru.
- Kematian Humanisme
Harari memetakan transisi ideologi dari teisme ke modernisme, ke humanisme, dan kini menuju "post-humanisme". Dalam humanisme, manusia adalah pusat nilai dan makna. Tetapi jika AI dan algoritma menjadi lebih kompeten, apakah manusia masih relevan?
"As algorithms push humans out of the job market, wealth might become concentrated in the hands of a tiny elite that owns the powerful algorithms."
Ini adalah kritik terhadap ketimpangan yang bisa lahir dari kemajuan teknologi. Masyarakat masa depan bisa sangat tidak setara, bukan berdasarkan tenaga kerja, tapi berdasarkan akses terhadap teknologi canggih.
- Ilusi Kehendak Bebas
Harari menantang keyakinan mendalam kita tentang kehendak bebas, menyatakan bahwa kita tidak lebih dari sistem biologis yang mengikuti algoritma evolusioner dan neurologis. Dengan itu, Harari mempertanyakan inti dari banyak nilai liberal.
"Free will exists only in the imaginary stories we humans have invented."
Ini menyentil secara filosofis dan politis. Jika tidak ada kehendak bebas, maka banyak hal -- seperti sistem hukum, etika personal, bahkan demokrasi -- menjadi perlu ditinjau ulang secara radikal.
Beberapa sisi kekuatan buku ini adalah provokatif dan mencerdaskan. Harari menggabungkan sejarah, filsafat, dan futurisme secara brilian. Kemudian bahasa yang populer tetapi tajam memudahkan pembaca awam mengikuti ide-ide besar. Selain itu, kritik mendalam terhadap mitos modern dalam buku ini juga menggugat kenyamanan berpikir konvensional, dari agama hingga kapitalisme.
Terkait relevansi dan dampaknya di tengah kebangkitan AI, krisis iklim, dan ketidakpastian geopolitik, Homo Deus menjadi refleksi penting tentang siapa kita dan apa yang akan terjadi. Buku ini bukan hanya sekadar ramalan masa depan, melainkan undangan untuk merenung tentang arah moral dan eksistensial umat manusia. Homo Deus adalah karya penting yang menggugah pemikiran, membongkar mitos-mitos modern, dan memaksa pembaca mempertanyakan posisi manusia di tengah pusaran teknologi dan informasi. Ini adalah bacaan wajib bagi mereka yang tertarik pada sejarah besar umat manusia -- masa lalu dan masa depan -- dengan pendekatan lintas disiplin yang mendalam namun mengalir.
Buku ini tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga mengguncang keyakinan. Tidak semua orang akan setuju dengan Harari, tetapi hampir semua orang akan terdorong untuk berpikir lebih dalam setelah membacanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI