Ada malam-malam yang kuhidupkan dengan sengaja, menunggumu mengetuk dari luar jendela. Bukan kau yang sebenarnya, pikirku pada awalan yang ragu. Namun, kerinduan memaksaku percaya bahwa aku telah bertemu kau yang nyata.
Setiap pagi setelah pertemuan kita, ada saja yang mengingatkan perihal tanah kuburmu yang masih basah. Kenapa aku harus peduli?
Nisan yang sudah bertancap lama pun akan bersih kembali setelah diguyur hujan. Pusara akan selalu basah oleh hujan itu atau air mata orang-orang yang kehilangan.
Ada malam-malam yang aku terjaga dengan sengaja, menunggumu tersenyum saat kubuka gorden jendela. Wajahmu yang pucat selalu membuatku bimbang sesaat, tetapi renjanaku memaku raga diam di tempat.
Kau yang kusangsikan telah raib, orang-orang menduga kau telah berubah menjadi ketiadaan. Tetapi kusaksikan kau di sini, masih dengan janjimu untuk menemani.
Ada malam yang aku menunggu kau datang untuk tidak sekadar bersapa dengan raut wajah tanpa kata, tetapi juga mengajakku ikut serta.
Saat waktu itu tiba, aku tertawa lalu mengangkat kaki melangkahi jendela terbuka.
Kulihat ada tubuh yang telah terjatuh di bawah. Mungkin itu meringankan perjalanan kita selanjutnya. Kau tak perlu mengetuk jendela lagi.
2019
Baca cerpen Annisa A: Meramal Kematian, Memutus Siklus, dan lainnya.