Apakah aku betah berada di rumah? Pertanyaan ini mengajak kita untuk merenung. Jika ya, apa yang membuatku betah? Jika tidak, apa alasannya?
Di masyarakat urban, pada hari kerja, rumah lebih sering dihuni oleh lansia, asisten rumah tangga (ART), dan bayi. Ayah, ibu, serta anak-anak yang sudah bersekolah baru tiba di rumah pada malam hari. Kemacetan, jarak antara rumah dan tempat beraktivitas, serta kesibukan di luar menjadi faktor utama mengapa rumah baru ramai saat matahari terbenam. Namun, di akhir pekan pun, banyak rumah tetap sepi. Ayah dan ibu tidak bekerja, anak-anak tidak sekolah, tetapi mereka lebih memilih keluar, baik bersama keluarga maupun dengan teman masing-masing. Mumpung libur, mengapa tidak betah di rumah?
Definisi Rumah
Dalam bahasa Inggris, terdapat dua kata untuk rumah, yakni house dan home. Menurut Cambridge Dictionary, house merujuk pada bangunannya, sedangkan home memiliki makna yang lebih personal dan emosional, tempat seseorang merasa nyaman dan aman. Dalam artikel ini, kita akan berbicara tentang rumah dalam arti home.
Kriteria Rumah Nyaman
Saya teringat sebuah lagu dari band legend God Bless berjudul Rumah Kita. Sepenggal liriknya berbunyi:
Hanya bilik bambu tempat tinggal kita,Â
Tanpa hiasan, tanpa lukisan,Â
Beratap jerami, beralaskan tanah,Â
Namun, semua ini punya kita.Â
Memang semua ini milik kita sendiri.
Lagu ini menggambarkan bahwa kenyamanan rumah tidak bergantung pada kemewahan, melainkan suasana yang tercipta di dalamnya. Lalu apa kriteria rumah yang nyaman? Secara umum, rumah yang nyaman adalah rumah yang membuat betah penghuninya yang memiliki beberapa karakteristik berikut:
1. Rapi dan Bersih
Kebersihan dan keindahan adalah hal yang mutlak bagi sebuah rumah karena semua berasal dari mata lalu turun ke hati. Saya pernah berkunjung ke rumah teman. Rumahnya sederhana, tetapi di halaman depan bunga-bunga tertata rapi, lantainya bersih, furnitur tertata rapi, dan tidak ada barang yang berserakan. Meski tidak mewah tapi kok saya betah di sana berlama-lama. Mata saya terhibur dan hati saya pun nyaman.
2. Tenang dan Damai
Suasana yang tenang membuat rumah menjadi tempat istirahat yang ideal. Penghuninya saling berinteraksi dengan baik, jarang terdengar pertengkaran, dan selalu ada ruang untuk berkumpul, entah di ruang keluarga, meja makan, atau kamar tidur. Tempat inilah yang menjadi saksi obrolan sehari-hari, tawa, dan cerita antaranggota keluarga.
3. Masakan Ibu Tersaji di Meja Makan
Tak ada yang lebih membahagiakan daripada pulang ke rumah dan melihat makanan telah tersaji. Anak-anak merasa tenang karena mereka tahu bahwa ada masakan ibu yang siap disantap. Makanan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga simbol perhatian dan kasih sayang.
4. A Shoulder to Cry On
Seperti lirik lagu Tommy Page:
You won't be alone, cause I'll be there
I'll be your shoulder to cry on
I'll be there
I'll be a friend to rely on
When the whole world is gone
You won't be alone, cause I'll be there
Rumah adalah tempat paling aman untuk menumpahkan emosi. Anak-anak saya sering mencari saya setelah pulang sekolah. Kadang mereka memanggil saya ke kamarnya, memeluk, bahkan menangis di bahu saya. Dalam momen seperti itu, saya tidak buru-buru bertanya atau memberikan solusi. Saya hanya mendengar, memberikan pelukan, dan mengusap kepala mereka. Setelah merasa lega, barulah mereka mulai bercerita. Anak-anak hanya butuh didengar, dan rumah adalah tempat terbaik bagi mereka untuk merasa dipahami. Sebaliknya, bayangkan jika anak-anak kita pulang dengan gundah dan mereka butuh orangtuanya untuk menumpahkan kesedihannya tapi kita tidak ada di sana, kemana mereka akan mencari pengaduan? Dalam beberapa kasus, anak-anak lebih suka berkumpul dengan teman-temannya karena merasa lebih didengar dan ditemani
5. Tempat Berekspresi dan Bekerja
Setiap anggota keluarga memiliki minat dan passion yang berbeda. Biarkan mereka mengekspresikan diri di rumah tanpa terlalu banyak larangan. Saat anak-anak masih kecil, mereka suka mencoret dinding. Kami membiarkan mereka, karena rumah kami kecil dan tidak memiliki ruang khusus untuk menggambar. Meski kami mengarahkan mereka untuk menulis di kertas, mereka lebih memilih dinding, mungkin sensasinya berbeda. Ketika mereka beranjak besar, kami mengecat ulang dinding rumah. Tidak ada masalah, asalkan mereka nyaman berekspresi.
Begitu pula bagi orang tua yang bekerja dari rumah. Jika suami atau istri butuh ketenangan untuk bekerja, beri mereka ruang dan informasikan kepada anggota keluarga agar suasana tetap kondusif.
Saya pernah bertemu seorang anak yang enggan pulang meski hari sudah larut. Masih berseragam sekolah, ia lebih memilih mengerjakan PR di rumah temannya dan mengobrol dengan keluarga temannya. Â Ketika ditanya, ia berkata bahwa rumahnya berisik, kotor, dan ia selalu diminta bekerja, sehingga sulit belajar. Dengan sedih, ia bahkan bercita-cita membeli rumah sendiri agar bisa merasa nyaman. Miris, bukan?
6. Tempat Belajar tanpa Takut Salah
  Selain tempat istirahat dan berkumpul, rumah juga menjadi ruang belajar yang aman bagi setiap anggota keluarga. Rumah adalah tempat kita belajar tanpa takut salah. Anak-anak berproses untuk belajar bicara, berjalan, belajar tahu yang baik dan yang tidak baik di rumah, tidak lansung benar, banyak jatuh bangunnya. Namun usaha tidak mengkhianati hasil. Akhirnya mereka cakap dalam berjalan, bicara, dan mampu membedakan yang baik dan yang tidak baik. Demikian juga orangtua belajar setiap hari di rumah, untuk memahami, mendidik dan menjadi pemimpin. Semua dilakukan dengan alami, tanpa pernah merasa takut salah karena rumah adalah tempat yang paling aman untuk belajar, tidak akan ada yang memarahi, merundung, dan menghakimi kita. Keluarga akan ada selalu di sana, di rumah untuk mendukung kita. Contohnya: ketika ibu akan wawancara esok hari di kantor, ibu akan berlatih di rumah dan meminta semua keluarga memberikan feedback. Begitu juga anak yang akan ikut lomba pidato, dia akan mendemonstrasikannya di depan orangtuannya dan meminta orangtuanya memberikan umpan balik.
7. Penuh Syukur
Rumah yang nyaman adalah rumah yang dipenuhi rasa syukur. Jika hari ini hanya ada telur di meja makan, mari buat telur itu menjadi hidangan yang lezat untuk dinikmati bersama. Energi positif dalam keluarga berasal dari kebiasaan bersyukur.
8. Rasa Peduli dan Memiliki
Setiap anggota keluarga sebaiknya memiliki peran dalam menjaga rumah. Ada yang bertugas menyapu, mencuci piring, atau membersihkan toilet. Jika ada yang tidak beres, anggota keluarga lain bisa saling mengingatkan, menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap lingkungan rumah. Ketika kami remaja, kami telah punya tugas masing-masing. Saya bertugas memasak dan mencuci pakaian bareng adik saya, adik saya menyetrika dan mencuci bareng saya, dan adik saya yang ketiga bertugas menyapu rumah. Jadi sebelum berangkat sekolah, saya bertanggung jawab untuk menyajikan makanan, jika saya tidak memasak, konsekuensinya satu keluarga tidak makan. Tanggung jawab seperti ini menumbuhkan rasa peduli dan rasa memiliki terhadap rumah dan keluarga.Â
9. Tempat Istirahat yang Nyaman
Rumah seharusnya menjadi tempat istirahat, bukan sumber stres. Jika pasangan atau anak-anak pulang ke rumah dan langsung ingin beristirahat, hargai waktu mereka. Hindari memberikan perintah atau terlalu banyak bicara yang bisa membuat mereka enggan berada di rumah.
Menciptakan Rumah yang Nyaman
Rumah nyaman itu bukan soal mewah atau besar, tapi tentang bagaimana kita menciptakan suasana yang membuat keluarga ingin selalu pulang. Yuk, mulai dari hal kecil untuk membuat rumah kita lebih nyaman dan penuh kebersamaan. Suasana nyaman dan damai adalah hasil dari usaha bersama. Jika ingin keluarga betah di rumah, ciptakan atmosfer yang menyenangkan. Seperti lirik God Bless:
Lebih baik di sini,Â
Rumah kita sendiri.Â
Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa,Â
Semuanya ada di sini,Â
Rumah kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI