Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Belum Membuat Resolusi Tahun Baru 2022? Jadikan Momen Tahun Baru Imlek 2573 "New Year, New Me"

1 Februari 2022   05:30 Diperbarui: 1 Februari 2022   20:26 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tak pernah terlambat membuat resolusi (Foto dari freepik)

Berapa banyak dari kita yang memulai tahun dengan membuat resolusi namun menemukan diri kembali ke cara lama dalam sekejap mata? Adakah kegagalan mempertahankan resolusi membuat kita malas melakukannya lagi?

Pada umumnya, orang membuat resolusi untuk meningkatkan kesehatan atau mencapai kehidupan yang lebih baik. Tidak sedikit orang yang berhasil membuat dan mempertahankan resolusi, namun banyak juga yang gagal.

Ilustrasi kegagalan membuat resolusi tahun baru

Ada banyak penyebab seseorang gagal membuat resolusi tahun baru. Ilustrasi di bawah ini hanyalah sebuah contoh.

Ilustrasi gagal membuat resolusi (Foto dari Pixabay)
Ilustrasi gagal membuat resolusi (Foto dari Pixabay)

Akhir 2021, Adhisti tak bergairah. Sebuah konflik tak terelakkan dalam rumah tangga membuatnya merasa gagal total. 

Perasaan tersebut menggelayut di benaknya selama sebulan lebih. Tidak ada resolusi untuk tahun 2022 hingga akhir Januari.

Tidak ada “New Year, New Me”. Tiba-tiba Adhisti merasa hidupnya tak berarti. Ia bahkan beberapa kali berpikir ingin bunuh diri.

Namun, keyakinan bahwa bunuh diri adalah dosa, berakar kuat dalam hati Adhisti. Alih-alih melakukan usaha bunuh diri, ia memohon kepada Sang Pencipta untuk mengakhiri hidupnya.

Setiap malam, dalam doa sebelum tidur, Adhisti memohon agar Tuhan berkenan memberinya tidur abadi. Setiap malam sebelum memejamkan mata, Adhisti berharap agar keesokan harinya ia tidak perlu bangun lagi.

Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, Adhisti mulai bosan karena permintaannya tak juga dikabulkan. Ia mulai berpikir bahwa mungkin tugasnya di dunia belum selesai sehingga Tuhan tidak berkenan memanggilnya pulang.

Tahun Baru Imlek 2573 yang jatuh pada tanggal 1 Februari 2022 dirasakannya tepat sebagai momen bagi dirinya untuk melakukan refleksi dan menyusun resolusi. Tak pernah ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik, bukan?

Tak pernah terlambat untuk membuat resolusi tahun baru

Ilustrasi tak pernah terlambat membuat resolusi (Foto dari freepik)
Ilustrasi tak pernah terlambat membuat resolusi (Foto dari freepik)

Ilustrasi di atas mungkin terlalu ekstrim. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa banyak orang yang gagal membuat resolusi tahun baru karena sesuatu dan lain hal, termasuk saya dan mungkin Anda juga.

Menyambut Tahun Baru Imlek 2573, saya bermaksud menata hidup dengan membuat resolusi. Saya sadar bahwa sulit untuk memulai sesuatu yang baru, apalagi memulai banyak hal baru sekaligus.

Energi saya terbatas. Kebiasaan lama saya, termasuk sejumlah kebiasaan buruk, mengakar kuat. Bahkan ketika saya tahu bahwa ada sesuatu yang perlu diubah, ketika saya ingin berubah, masih ada bagian besar dan kuat dalam diri saya yang menolak perubahan.

Seorang teman menyarankan untuk memecah resolusi tahun 2022 menjadi resolusi bulanan. “Lupakan Januari yang sudah dibiarkan berlalu begitu saja,” katanya, “jadikan Februari, bulan yang baru, yang bertepatan dengan Tahun Baru Imlek sebagai uji coba.”

Keuntungan memecah resolusi tahunan menjadi resolusi bulanan

Secara umum, orang membuat resolusi agar hidupnya tahun ini menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Berikut adalah beberapa keuntungan memecah resolusi tahunan menjadi resolusi bulanan.

Pertama, tidak kewalahan

Saya pernah membuat beberapa resolusi sekaligus. Hasilnya? Saya merasa kewalahan dengan begitu banyak perubahan yang harus dilakukan. 

Saya ingin lebih dekat dengan Tuhan, saya ingin menjadi pribadi yang lebih hangat, saya ingin menerapkan gaya hidup yang lebih sehat, saya ingin memiliki lebih banyak waktu berkualitas dengan keluarga, saya juga ingin lebih banyak bersosialisasi dengan teman-teman.

Begitu banyak yang ingin saya ubah sekaligus. Namun, hanya dalam satu atau dua hari, saya sudah merasa kewalahan. 

Saat saya merasa kewalahan, teman karib saya, si “Prokrastinasi” segera menyusup masuk ke dalam keseharian. Ketika mengevaluasi pencapaian resolusi pada akhir tahun, saya mendapati bahwa hampir tidak ada perubahan berarti yang tercapai.

Dengan memecah resolusi tahunan menjadi bulanan, saya hanya perlu mengubah satu hal dalam satu waktu. Setelah perubahan tersebut dirasa menetap, barulah melangkah kepada perubahan berikutnya.

Dengan menetapkan hanya satu resolusi dalam satu bulan, saya akan terhindar dari rasa kewalahan. Ketika tidak merasa kewalahan, saya akan memiliki lebih banyak energi dan tekad untuk mencapai resolusi tersebut.

Kedua, fokus membentuk kebiasaan

Ilustrasi mengubah kebiasaan (Foto dari Freepik)
Ilustrasi mengubah kebiasaan (Foto dari Freepik)

Memecah resolusi tahunan menjadi resolusi bulanan bukan berarti resolusi bulan pertama akan ditinggalkan saat memasuki bulan kedua. Ketika menjalani resolusi bulan pertama, saya memiliki waktu untuk membentuk resolusi tersebut menjadi suatu kebiasaan.

Sebagai contoh, sepanjang Februari, saya ingin memulai perjalanan anti prokrastinasi. Setelah satu bulan, perjalanan anti prokrastinasi yang diulang setiap hari akan menjadi suatu kebiasaan yang “menempel” pada keseharian saya.

Ketika memindahkan fokus pada resolusi lain di bulan Maret, sikap anti prokrastinasi yang “menempel” tersebut tidak akan saya tinggalkan. Karena sudah menjadi kebiasaan, hal tersebut akan terlaksana secara otomatis.

Teman saya mengingatkan bahwa boleh saja memberi waktu dua sampai tiga bulan untuk sebuah resolusi yang memang tidak dapat terselesaikan dalam satu bulan. Yang terpenting adalah membuat perubahan positif tersebut menjadi suatu kebiasaan.

Ketiga, menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk suatu kebiasaan baru? Pertanyaan ini sering ditanyakan oleh mereka yang ingin mengubah kebiasaan atau perilaku.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh European Journal of Social Psychology pada tahun 2009, Phillippa Lally dkk. menemukan bahwa dibutuhkan 18 hingga 254 hari untuk membentuk kebiasaan baru (1). Rentang waktu ini sangat bergantung pada perilaku masing-masing orang dan situasi yang dihadapi. 

Dengan memecah resolusi tahunan menjadi resolusi bulanan, saya dapat mengatur resolusi mana yang akan menjadi prioritas dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjadikan resolusi tersebut kebiasaan sebelum berpindah kepada resolusi yang lain.

Wasana kata

Meskipun sedikit terlambat, resolusi di momen Tahun Baru Imlek ini membuat saya lebih bersemangat menjalani hari. Saya berharap dapat menyelesaikan resolusi bulan pertama dan berlanjut pada bulan-bulan seterusnya.

Selamat Tahun Baru Imlek untuk semua teman yang merayakan. Semoga segala sesuatu yang Anda alami pada tahun baru ini berjalan baik sesuai kehendak hati. Jadikan momen Tahun Baru Imlek ini “New Year, New Me”.

Jakarta, 1 Februari 2022

Siska Dewi

Referensi:

1. How are habits formed: Modelling habit formation in the real world 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun