Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pandemi Mengungkap Resiliensi Generasi Y dan Z

17 Oktober 2020   16:45 Diperbarui: 18 Oktober 2020   16:21 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi di kantor (Photo created by tirachardz - www.freepik.com

Kabar baik datang dari sebuah survei yang dilakukan oleh Deloitte. Di tengah ketidakpastian pandemi, Gen Y dan Gen Z berkomitmen membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Survei pertama dilakukan  antara November 2019-Januari 2020, terhadap 18.426 responden di 43 negara. Survei kedua dilakukan antara April dan Mei 2020, terhadap 9.102 responden di 13 negara. Survei kedua bertujuan mengukur dampak pandemi terhadap opini anak muda.

Responden terdiri dari Gen Y (lahir antara Januari 1983 dan Desember 1994) dan Gen Z (lahir antara Januari 1995 dan Desember 2003). Negara-negara yang disurvei dua kali adalah Italia, Spanyol, Cina, Perancis, Australia, Brasilia, Jepang, Kanada, Amerika, Inggris, India, Jerman dan Korea Selatan.

Hasil survei menunjukkan Gen Y dan Gen Z menghadapi tantangan ekonomi yang berat. Hampir 30% Gen Z dan hampir 25% Gen Y kehilangan pekerjaan atau diminta mengambil cuti di luar tanggungan perusahaan pada bulan April dan Mei.

Meskipun demikian, hasil survei membawa beberapa kabar baik. Para responden mengaku loyalitas kerja mereka meningkat. Memang ada beberapa kecemasan, namun Gen Y dan Gen Z tetap mempertahankan mentalitas hidup yang digerakkan oleh tujuan.

Orang-orang muda ini mengungkapkan tekad untuk memperbaiki masyarakat setelah pandemi berlalu. Mereka mengharapkan pemerintah dan pengusaha mempunyai komitmen yang sama.

Loyalitas Kerja Meningkat              

Dibanding hasil survei tahun 2019, Gen Y yang berniat keluar dari tempat kerja sekarang dalam dua tahun atau kurang, turun menjadi 31% dari 49%. Gen Y yang memilih tinggal dalam jangka panjang melonjak menjadi 35% dari 28%. Gen Z tetap lebih tertarik untuk pindah, tetapi hanya setengah yang mengatakan ingin berganti pekerjaan dalam dua tahun, turun dari 61%.

Meningkatnya loyalitas kerja mungkin terkait upaya pengusaha mengakomodasi nilai-nilai generasi muda. Dalam survei pertama, 71% Gen Y mengatakan majikan mereka berusaha menciptakan lingkungan kerja yang beragam dan inklusif, naik dari 68%. Selain itu, 69% setuju perusahaan tempat kerja mereka memiliki dampak positif pada masyarakat, naik dari 65%.

Julius Sathya, CEO sebuah katering makanan sehat di Jakarta Barat, mengatakan loyalitas kerja karyawannya meningkat selama pandemi. Mereka menjadi lebih rajin dan sukarela terlibat dalam tugas di luar uraian tugas pokok. Cerita Julius tentang dampak pandemi terhadap bisnisnya dapat dibaca di sini.

Tiga Penyebab Utama Kecemasan

Survei Deloitte menunjukkan tiga masalah utama penyebab stres, yakni: kesejahteraan keluarga, keuangan jangka panjang, dan prospek karier. Ketiganya berkaitan erat dengan keuangan.

Masalah keuangan tampaknya menjadi pemicu stres akut bagi Gen Y. Banyak di antara mereka memulai karir setelah Resesi Hebat tahun 2008. Sekarang, mereka menghadapi penurunan lagi. 

Di negara-negara yang disurvei dua kali, 54% Gen Y dalam survei pertama, percaya situasi keuangan mereka akan memburuk atau stagnan di tahun 2021. Selama pandemi, pesimisme mereka meningkat.

Ilustrasi Bisnis. (Photo created by jcomp - www.freepik.com)
Ilustrasi Bisnis. (Photo created by jcomp - www.freepik.com)

Soal kecemasan, Julius sebagai Gen Y sekaligus pengusaha, mengatakan tantangan di masa pandemi membuatnya lebih waspada, namun dia berusaha menyikapi dengan positif agar tidak berkembang menjadi kecemasan.

Sebagai anak bungsu dan anak lelaki tunggal dalam keluarga, kesejahteraan keluarga baginya adalah prioritas utama. Dia sangat hati-hati merencanakan keuangan jangka panjang, dan berusaha menghindari potensi risiko yang akan memengaruhi kesejahteraan keluarganya.

Sekedar contoh: saat ini Julius sedang berencana membangun rumah tangga. Sempat terpikir mengambil KPR untuk membeli rumah. Namun, setelah mempertimbangkan biaya bunga dan sifat KPR yang merupakan komitmen jangka panjang, ia mengurungkan niatnya.

"Jangka waktu KPR yang ditawarkan, 5 tahun. Dengan kondisi saat ini, seharusnya aku mampu membayar bunga dan angsuran bulanan. Namun, jangankan 5 tahun ke depan, kondisi sampai akhir tahun 2021 saja, sangat sulit diprediksi. Aku tidak mau, di tengah jalan aku tidak sanggup membayar bunga maupun cicilan." Julius menjelaskan pertimbangannya.

"Toh, apartemen ibuku masih lebih dari layak untuk kami tinggali. Lebih baik aku fokus mengelola bisnis agar mampu bertahan hingga pandemi berlalu. Aku juga ingin meletakkan fondasi agar setelah pandemi, kami siap memasuki era baru yang lebih baik untuk semua pemangku kepentingan." Pungkasnya.

Keputusan Berdasarkan Tujuan

Survei Deloitte mengungkapkan, Gen Y dan Gen Z menganggap tujuan sosial sebagai panggilan pribadi, dan krisis COVID-19 memperkuat komitmen ini. Hampir 75% responden mengatakan pandemi telah membuat mereka lebih berempati pada orang lain.

Sekitar 70% responden mengatakan telah mengambil tindakan untuk memberi dampak positif pada komunitas mereka. Hampir 75% mengatakan akan melakukannya setelah PSBB dicabut.

Gen Y dan Gen Z juga menerapkan keputusan yang didorong oleh tujuan saat melakukan pembelian. Dalam survei kedua, sekitar tiga dari empat responden mengatakan akan melakukan upaya ekstra untuk mendukung bisnis kecil lokal.

Sekitar 60% responden mengatakan berencana membeli lebih banyak produk dan layanan dari bisnis besar yang menjaga kesejahteraan pegawai dan berdampak positif pada masyarakat selama pandemi.

Dalam survei pertama, 38% Gen Y mengatakan mereka telah memulai atau memperdalam hubungan dengan bisnis yang produk dan layanannya berdampak positif terhadap lingkungan. Sepertiga mengatakan mereka telah melakukan hal yang sama dengan perusahaan yang mencapai keseimbangan antara berbuat baik dan mencari keuntungan.

Sejalan dengan hasil survei tersebut, Julius mengatakan bisnisnya saat ini juga berkolaborasi dengan beberapa bisnis kecil lokal untuk suplai bahan tertentu. Dalam lingkup pergaulan dan keluarga besarnya, ada beberapa sarjana baru lulus dan belum mendapatkan pekerjaan. Gen Z yang baru memasuki angkatan kerja ini tidak luput dari perhatiannya. Mereka diajaknya berkolaborasi sesuai dengan bidang ilmu yang digeluti.

Alumni Fakultas Teknologi Pangan diajaknya mengembangkan varian makanan sehat bernilai tambah. Sebagai proyek pertama, mereka mengembangkan produk camilan sehat khusus ibu menyusui. Alumni Fakultas Desain Komunikasi Visual diajaknya mengembangkan materi promosi.

"Saat ini, kami berusaha mendukung UMKM lain semampu kami."---Julius Sathya  

"Tentang fresh graduate yang kami ajak kerja sama, setelah pandemi berlalu, jika mereka mendapat pekerjaan di perusahaan besar yang menjanjikan prospek karier, tentu kami akan ikut senang dan mendorong mereka mengejar mimpi sesuai passion mereka. Namun, tetap terbuka peluang kami dapat berkembang bersama-sama, berkontribusi lebih banyak untuk masyarakat," ceritanya penuh harap.

Peduli terhadap Perubahan Iklim

Background photo created by rawpixel.com - www.freepik.com
Background photo created by rawpixel.com - www.freepik.com

Seperti dalam survei sebelumnya, Gen Y dan Gen Z memandang perubahan iklim sebagai masalah kritis, baik sebelum maupun selama krisis COVID-19. Sekitar 58% Gen Y mengatakan sebelum pandemi, mereka telah meningkatkan penggunaan transportasi umum.

Sekitar 64% mengatakan telah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan lebih banyak mendaur ulang. Masalah lingkungan bahkan menjadi faktor dalam keluarga berencana, dengan 62% Gen Y dan 58% Gen Z mengatakan telah atau akan mempertimbangkan lingkungan saat memutuskan berapa banyak anak yang akan dimiliki.

Wasana Kata

Hasil survei Deloitte menunjukkan Gen Y dan Gen Z percaya pada perusahaan dengan strategi yang didorong oleh tujuan. 

Agaknya perusahaan yang mampu menyeimbangkan kepentingan mencari untung (untuk pemegang saham) dan kepentingan berbuat baik (untuk pemangku kepentingan lain), yang kemungkinan besar akan memimpin di masa setelah pandemi.

Referensi: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun