Tumben, hari itu aku ingin memakai gaun, feminin, kelihatan banget aura wanitanya.
Masih pukul 6 ketika kudengar ketukan pintu. Benar dia telah datang, rambut gondrongnya diikat ke belakang, klimis, bersirobok mataku dengannya, aku tersipu, dia tampan.
Kupersilahkan dia duduk di ruang tamu. " Sebentar, kuambilkan kopimu, tadi sudah kubuatkan."
Hanya senyum dan anggukan penanda jawaban. Secangkir kopi telah dia minum,
" Mbak nanti habis ngliput aku mau ajak kau ke rumahku."
" Hah, buat apa?"
" Mau kukenalkan sama Mamah, dia nanya mulu pacarku siapa?"
" Aku, pacarmu?"
" Ya iyalah, kenapa? Ada masalah?"
" Ah, eh, enggak Jek, apa Mamamu tidak menentang?"
" Enggak, Mama sih serah aku saja Mbak, Â asal aku senang, sudah kepingin punya mantu katanya, biar ada teman bertengkar, hehehe."Â
Ya Tuhan, aku tidak tahu mengiyakan atau menolak, pohon kelapaku, siapa yang akan memanjat kalau aku pergi dari rumah ini? Gejolak batin sepertinya tak kuasa menolak. Tapi pohon kelapa itu pun merayu. Seperti lagu, Rayuan Kelapa untukku.
Ngroto, pagi merayu pergi, 07122018