Mohon tunggu...
Sri Nararia Anggita Damayanti
Sri Nararia Anggita Damayanti Mohon Tunggu... -

One of SA Choir (Voix de la Nation) members; Sedang dalam proses bimbingan untuk menulis*

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Perkumpulan: Luka

24 Maret 2017   16:08 Diperbarui: 27 Maret 2017   01:00 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerah, hari itu menjawab pertanyaan tentang dirinya sendiri. Benar, kau mulai merasakan cinta lama yang sesaat kembali. Kau mulai mengingat beberapa nama: Chandra yang berasal dari Malang, Yuli yang berasal dari Surabaya, dan Gita yang lahir di Bali.

Kau mencari buku tahunan sekolah menengah pertamamu. Merindukan waktu yang sudah pergi 7 tahun yang lalu. Meninggalkanmu dengan berbagai macam cerita yang kenyataannya sekarang telah menempamu menjadi seseorang yang tidak ada hentinya untuk terus maju dalam menghadapi setiap luka.

Waktu, pendiri perkumpulan, yang mempertemukanmu dengan 3 orang lainnya dalam satu sekolah yang sama. Ingatanmu kembali dikendalikan. Berputar kebelakan dan menelusuri jejak-jejak yang dibuat oleh waktu.

Chandra, gadis manis yang begitu pemilih dalam berhubungan dengan orang lain. Tentu saja, untuk masalah percintaannya sangatlah rumit. Entah mengapa,dia bisa dikatakan sebagai gadis yang tidak bisa didekati oleh pria-pria yang ada di dekatnya. Pada kenyataannya dia memang seorang gadis. Tapi,dilihat dari perilakunya, akan sulit untuk mengatakan bahwa ia adalah seorang gadis. Namun, ketika ia sudah memilih dan jatuh cinta kepada seorang pria, makaia akan berusaha mendapatkannya dan mempertahankannya.

Kembali ke perkumpulan, perkumpulan itu tidak bernama. Ia hanya mempersatukan semua yang memiliki kesamaan dengan tidak sengaja. Ia tidak mengganti, tapi mengisi. Iya, mengisi sesuatu  yang tidak pernah diduga dalam hidup.

Yuli, remaja yang tingginya sekitar 157 cm, berkulit kuning, dan cerah.gadis yang terlihat lugu itu sering mengalami permasalahan yang tidak biasa. Terluka dalam hal-hal yang terjadi dengan kasus yang aneh. Gadis itu memegang prinsip ‘yang cepat dia yang dapat’. Memang sesuai dengan sifatnya yang cerdik dan lihai dalam setiap hal. Namun,dia sesalu dikalahkan oleh cinta.

Gita, siswa pindahan dari Bali yang akhirnya menetap di Banyuwangi karena kepindahan rumah orang tuanya. Gadis bertubuh subur ini memiliki sifat yang terbilang unik. Kadang ia terlihat seperti anak kecil, namun kadang sidat keibuannya bahkan mungkin melebihi sifat ibumu sendiri. Periang, namun mudah merasakan kesedihan – tidak tegaan, begitulan yang lebih menggambarkannya. Namun ya begitu, kadang perubahan kepribadiannya bahkan mungkin lebih cepat dibandingkan perubahan perintah dalam suatu program komputer.

 “Iya, memang benar. Memang itulah yang harus dilakukan untuk mengisi keterlukaan. Dengan melakukan pencarian terhadap rasa bahagia” tutur Gita.

Gita yang pernah dianggap sebagai perebut kekasih orang oleh mantan dari kekasihnya itu. Itulah  yang menyebabkan Gita mengalami trauma yang cukup mendalam.

Kau kembali bertanya. Mengingatkanmu pada kejadian 10 Oktober 2009. Itulah tanggal tepat dimana Gita terduduk dan menangis tanpa halang rintangan. Di sudut laboratorium sekolah,di sanalah tempatnya.

“Ayo, mulailah sekarang!” Yuli menyambut girang permainan yang diajarkan Gita kepadanya.

“Ayo, kamu duluan aja.” Balas Gita.

Betapa senangnya aku melihat teman-temanku bermain. Oh, senangnya masa kelas 9 pada saat itu. Kami mengenal cinta, teman,dan harapan. Namun,tidak dapat dipungkiri bahwa ada duka yang selalu mengintai. Chandra datang padaku sambil menangis. Gitadan Yuli berhenti bermain. Mereka menghampiriku dan Chandra.

“Apa yang terjadi?” tanyaku.

“Kamu kenapa Chand?” tanya Yuli.

Chandra terus menangis. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Kami berusaha menghiburnya. Hingga akhirnya Chandra menceritakan bahwa ia melihat sang kekasih berjalan dengan perempuan lain.

Kau mengingat bahwaitulah kejadian ketiga yang Chandra alami. Kau hanya tersenyum mengingat kejadian itu. Betapa menyakitkan ketika melihat seorang teman yang tersakiti. Mendapatkan luka di atas semua kebahagiaan yang telah ia dapatkan sebelumnya.

Kau terus melanjutkan pencarianmu akan album sekolah menengah pertamamu. Kardus yang penuh dengan tumpukan buku berdebu itu memenuhi sebagian besar lemari bukumu. Kau merindukan mereka-bukumu-dengan amat sangat. Merekalah saksi bisu semua luka lamamu bahkan sahabatmu.

“Iya, aku mengingatnya dengan jelas.” Kata Yuli.

“Lalu apa yang terjadi?” tanya Chandra dengan penasaran.

Gita dan aku duduk dan mendengarkan Yuliyang bersiap untuk bercerita.

 “Aku tidak bermaksud untuk melukainya” Yuli mulai bercerita.

“Aku hanya menyampaikan apa yang seharusnya kusampaikan” lanjutnya lagi.

Chandra dan Gita mendengarkan dengan seksama.mereka begitu meratapi apa yang terjadi apa yang terjadi mpada kawannya itu. Sedangkan, aku hanya duduk termenung dan memikirkan tentang yang satu itu. Dia-Yuli-terus saja bergelut dalam kisah-kisah anehnya yang menciptakan luka dalam hidupnya.

Seperti itulah, dalam perkumpulan ini tidak ada yang berhasil untuk menghapuskan duka. Namun, perkumpulan ini mampu membuat siapa pun yang ada di dalam bagiannya merasa nyaman dan tenang meskipin ada banyak luka yang sampaisaat ini belum bisa dikendalikan. Kemudian semuanya berbalik ke belakang ketika Yuli sampai pada titik puncak kisahnya.

Begitu tiba giliranmu bicara, kau tidak bisa berkata apa-apa. Nafasmu sejenak terhenti. Kau mengingat luka-luka lama yang telah diberikan seorang laki-laki yang kau dambakan selama satu setengah tahun (pada masa itu usiamu 14 tahun).

“Tidak” kataku.

“Aku tidak ingin mengingatnya lagi” sambungku sambil tersenyum kepada tiga temanku itu.

Mereka menatapku dengan heran. Karena biasanya akulah yang paling mempunyaijiwaseni dan dramatis dalam menceritakan kisah hidupku.

“Mengapa?” tanya Gita mewakili 2 yang lain.

Aku tidak menjawabnya. Lagi-lagi aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu.

“Baiklah, sebenarnya aku pun tidak ingin bercerita tadi. Jadi, tidak masalah” kata Yuli.

Semua tenggelam dalam hening. Tidak adasepatah katapun yang terucap dari mulut kami berempat.

“Aku ingin bicara” suara Chandra memecah keheningan.

“Sebenarnya aku mala untuk mengakui ini. Tapi, pada kenyataannya, kekasihku tidak meninggalkanku” sambungnya sambil mulai menangis.

Betapa mengejutkan mendengar ucapan kawanku yang satu lagi itu.

“Aku yang meninggalkannya” suaranya terbata-bata mengucapkan kenyataan itu.

“Aku terbawa emosi. Walaupun ia sudah meminta maaf  berjuta kali dan memang pada kenyataannya perempuan tersebut adalah teman karibnya. Akuyang bersalah di sini” lanjutnya lagi sambal menangis  tersedu-sedu.

Itulah pertama kali Chandra mengalami hal semacam ini. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia adalah sosok yang sangat tegar diabandingkan dengan teman-temanku yang lain. Iya, memang, setegar apapun seseorang, tetapsaja ia mempunyai titik lemah. Jadi,inilah masa dimana Chandra mengalami masa-mas terpuruk dam hidupnya.

Kau sudah tidak aktif lagi dalam perkumpulan. Kau harus terbang ke luar kota untuk melanjutkan pendidikanmu. Kau terbang kembali ke banyuwangi hanya untuk menikmati liburan akhir semester. Perkumpulan berkurang keaktifannya karena jenjang pendidikan yang harus menciptakan jarak kau, Chandra, Yuli, dan Gita. Kau tetap berkumpul bersama mereka.

Cerah, begitu cara waktu menjawab pertanyaannya sendiri. Kau dan kawanmu berkumpul setiap liburan akhir semester. Kau masih mencari album sekolah menengah pertamamu yang tersesat. Bukumu belum ditemukan. Mungkin kau tidak memerlukannya. Tapi itu tidak penting. Luka lama maupun baru bukanlah hal yang terlalu penting. Pahit dan tidak perlu diungkit. Karena keduanya dapat terhubung dengan cara yang ajaib dan tidak terduga. Bahagia dapat membantu mengganti isi dari jiwa yang terpenuhi oleh luka. Kini kau mengerti. Kau harus berterimakasih. Perkumpulan ini telah memberimu banyak pelajaran. Mulai dari Chandra dari Malang, Yuli dari Surabaya, dan Gita dari Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun