Mohon tunggu...
Anggie D. Widowati
Anggie D. Widowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Psikolog, Pegiat Literasi

Penulis Novel: Ibuku(Tidak)Gila, Laras, Langit Merah Jakarta | Psikolog | Mantan Wartawan Jawa Pos, | http://www.anggiedwidowati.com | @anggiedwidowati | Literasi Bintaro (Founder)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelaki yang Membenci Masa Lalu

27 Desember 2017   05:31 Diperbarui: 27 Desember 2017   07:50 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Awal-awal perceraian, Harry masih sering menengok Elang. Tetapi lama kelamaan, Harry kabur-kaburan. Bahkan nomor telepon ganti tanpa memberitahuku. Jadi Elang tidak bisa lagi menghubunginya. Aku tidak tahu apakah itu ada unsur kesengajaan, atau memang sebuah kejadian yang tak terduga, seperti kecopetan, hape rusak dan semacamnya.

Lama kelamaan Elang tak mau mencari Harry lagi. Aku mengatakan pada Elang, bila Ayahnya sibuk, atau mungkin sedang di luar kota. Aku tidak mau menjelek-jelekkan Harry di mata Elang. Bagiku masa lalu sudah cut. Dan sekarang harus fokus pada Elang, karirku dan masa depanku sendiri. Bagaimanapun juga, seburuk apapun juga, Harry adalah ayah bilogis dari anakku, aku tak mau ada kesan negatif Harry yang menjadi trauma Elang di masa depan. Dari situ aku kadang berfikir, mungkin ini yang membuat Papah dulu tidak juga menikah.

ANTARIKSA

Di kantor ada seorang fotografer bernama Antariksa. Pria dengan tubuh tinggi kurus dan berkulit terang. Bahkan Riksa terlalu kurus, hingga teman-teman sering meledekinya si tiang listrik. Dan bila   Adolf ~seorang redaktur resek~ mengatakan itu, aku sangat tidak terima. Aku paling tidak suka ada orang yang menjadikan ciri tubuh atau fisik seseorang sebagai bahan tertawaan. Karena itu sama saja dengan menghina penciptanya.

Riksa lebih sering hunting atau liputan di luar kantor, karena dia membutuhkan obyek-obyek bagus. Sementara aku, kecuali kalau harus wawancara, aku lebih sering di kantor. Bahkan aku sering mengerjakannya di rumah. Sampai suatu hari aku harus liputan bersama Riksa.

Kami tidak akrab. Selama ini bila bertemu di kantor, hanya say hello saja. Tentu saja, karena Riksa juga type laki-laki yang cuek. Tidak akan menyapa kalau tidak disapa. Tidak akan bicara kalau tidak diajak bicara. Jadi saat menjalani tugas bersama itu, awalnya kami saling merasa asing.


Untungnya aku tahu cara menghadapi seorang laki-laki pendiam. Mereka selalu asyik dengan dirinya sendiri dan mengabaikan lingkungan karena tidak mau repot. Aku pun berusaha tidak membuatnya repot. Melihat wajah murungnya, aku bertanya:

"Kenapa kulihat, kau selalu murung?" aku menatap tajam pada laki-laki itu.

"Oh benarkah?"

Aku mengangguk.

"Adakah sesuatu yang mengganjal di hatimu, Rik?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun