Hikmah dari Aur di Tepi Sungai
Di tepi kali, aur berumpun. Angin menderu, air mengalir, dedaunnya berdesau seperti tasbih yang tak pernah berhenti. Ia tidak segagah jati, tidak semegah beringin. Aur kurus, berongga, selalu tunduk ketika angin lewat. Namun di situlah letak kebesarannya.
Orang Melayu berkata dalam pantun:
"Aur di tepi air berlabuh, tempat camar bernyanyi riang.
Hidup rukun janganlah angkuh, hidup bersatu jauhkan malang."
Demikianlah aur atau bambu tidak hidup untuk dirinya semata. Ia hidup untuk tebing yang dijaganya, untuk sungai yang ditahannya, untuk manusia yang dinaunginya. Dari aur kita belajar, bahwa kehidupan sejati adalah tentang memberi, bukan semata-mata memiliki.
Bambu sebagai Penjaga Ekosistem
Hari ini bumi kita menangis. Hutan ditebang, sungai meluap, tanah terban. Musibah datang silih berganti. Di balik kepanikan manusia, ada aur yang berdiri tegak, menawarkan diri sebagai penolong.
Akar serabut bambu laksana tangan yang memeluk bumi. Ia menahan tanah agar tidak runtuh, menahan air agar tidak meluap. Pada rumpunnya, tersimpan berjuta doa agar bumi tetap utuh.
Syair lama mengingatkan: