Gaya hidup modern yang serba cepat membuat generasi muda Indonesia semakin akrab dengan makanan dan minuman manis. Dari kopi kekinian, minuman berperisa, hingga camilan tinggi gula, hampir semua tersedia dengan harga terjangkau dan mudah dijangkau. Kebiasaan ini menciptakan pola konsumsi gula berlebih yang berbahaya. Padahal, diabetes tipe 2 yang dulu identik dengan usia lanjut, kini semakin banyak menyerang anak muda. Kondisi ini menunjukkan adanya ancaman serius yang tidak bisa diabaikan, karena dampaknya bukan hanya pada kesehatan saat ini, tetapi juga pada kualitas hidup di masa depan.
Berdasarkan Riskesdas 2018, 61,27 % penduduk usia 3 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari sekali per hari, termasuk kelompok usia 15--19 tahun mencapai 56,4 %. Konsumsi ini didorong oleh kemudahan akses dan harga murah produk berperisa manis di warung dan minimarket. Data Riskesdas menunjukkan prevalensi berat badan berlebih pada usia 5--19 tahun meningkat dari 8,6 % (2006) menjadi 15,4 % (2016) dan obesitas dari 2,8 % menjadi 6,1 %.Â
Obesitas adalah faktor risiko utama diabetes tipe 2. Penelitian di Tangerang Selatan menemukan remaja yang mengonsumsi sugar-sweetened beverages dalam jumlah tinggi memiliki risiko 18,8 kali lebih besar mengidap prediabetes dibanding yang rendah konsumsi. Sementara di Jambi, remaja dengan konsumsi minuman manis > 12 g/hari memiliki peluang empat kali lebih tinggi terkena prediabetes (OR = 4,333; p = 0,018).Â
Diabetes yang muncul pada usia muda berarti tubuh terpapar kadar glukosa tinggi lebih lama, memicu komplikasi serius seperti kerusakan ginjal, stroke, kebutaan, dan gangren jauh lebih dini dibanding yang mulai di usia tua. Komplikasi ini menurunkan kualitas hidup, menimbulkan beban ekonomi, stigma sosial, hingga gangguan psikologis.Â
Pemerintah telah menerapkan Permenkes No 30/2013 (dikaji ulang menjadi Permenkes 63/2015) yang mewajibkan pencantuman kandungan gula pada pangan olahan dan promosi kesehatan untuk membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL). Undang-undang No 39/2007 juga memberi landasan cukai bagi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk mendorong reformulasi produk industri. Regulasi terbaru melalui PP 28 Tahun 2024 memperkuat batas maksimal gula dalam makanan/minuman olahan dan larangan distribusi di lingkungan sekolah dan area anak-anak.Â
Generasi muda Indonesia saat ini berada di batas bahaya karena konsumsi gula berlebih yang menjurus pada obesitas dan risiko tinggi prediabetes maupun diabetes tipe 2. Data lokal konsisten menunjukkan hubungan kuat antara konsumsi minuman manis dan kondisi pra-diabetes. Saat ini kebijakan pemerintah telah dirancang namun edukasi dan pengawasan di lapangan harus lebih intensif. Selain regulasi, penting pula kampanye gaya hidup aktif dan pengetahuan gizi bagi anak muda agar "manis" tidak menjadi jalan pintas menuju penyakit kronis.
KATA KUNCI: Diabetes, Generasi Muda, Konsumsi Gula, Manis, Obesitas.Â
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. 2022. Konsumsi gula berlebih, waspadai risikonya. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Yudho, N.K. 2025. Diabetes ancaman nyata generasi muda. Ayo Sehat, 24 Juni 2025.
Salamah, F. & Suherman. 2025. Analisis perilaku konsumsi sugar-sweetened beverages terhadap risiko prediabetes pada remaja usia 18--21 di Tangerang Selatan. Medic Nutricia.