Mohon tunggu...
a_selaludihati
a_selaludihati Mohon Tunggu... Guru - Andy Hermawan

Terlahir dengan nama Andy Hermawan, saat ini berprofesi sebagai edupreneur dan pendongeng.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lagu Cintaku untuk Ibu

23 Juli 2019   00:25 Diperbarui: 23 Juli 2019   00:29 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Sore ini angin berhembus sepoi-sepoi, menemani waktu santaiku sore hari ini. Secangkir teh manis dan beberapa cemilan menemaniku memandang indahnya sinar matahari yang sudah tidak terlalu terik karena sebentar lagi akan menenggelamkan diri di ufuk barat. Boneka kelinci mungil melengkapi sore hariku, kudekap erat-erat boneka ini. seakan tidak ingin kulepaskan, boneka inilah yang selalu mendengar keluh kesahku. 

Apapun adanya keadaan diriku, boneka kelinci inlah yang pertamakali mendengar curahan hatiku. Entah siapa cowok itu, dialah yang memberikan boneka ini kepadaku, padahal aku tidak mengenal dia sebelumnya.Delapanbelas tahun sudah boneka Kelinci ini menemaniku. 

Tidak akan pernah aku ubah letaknya, supaya mudah kujangkau jika aku ingin memeluknya. Mungkin jika tidak ada cowok itu (laki-laki yang tiba-tiba menghampiri dan memberinya boneka ini), aku tidak akan pernah tersenyum ketika mengenang peristiwa itu. 

Aku tidak mengenal dia sebelumnya, tetapi aku merasa dialah malaikat penolongku pada saat itu. Bagaimana tidak, dua hari menjelang lomba porseni aku dikagetkan oleh sesuatu. Tidak biasanya ayah menjemputku sekolah, karena jarak antara rumah tempat tinggal kami dengan tempat ayah bekerja sangatlah jauh. 

Bahkan boleh dibilang sama dengan bekerja diluar kota. Setiap hari ayah pulang pergi dari rumah ke tempat kerja dengan mengendarai moda transportasi masal untuk menghindari kemacetan yang ditimbulkan karena menumpuknya kendaraan probadi di jalanan. 

Maka dari itu ibu yang selalu mengantar dan menjemputku ke sekolah setiap hari. Meskipun aku juga senang jika ayah menjemputku. Namun pada hari itu adalah hari Jumat sesudah aku selesai latihan menyanyi dalam rangka perisapan mengikuti lomba PORSENI ( Pekan Olahraga dan Seni) se-Kotamadia Jakarta Selatan aku dijemput oleh ayahku, sehingga aku heran dengan kejadian ini. Kemudian dengan penuh rasa ingin tahu, aku menanyakan kepada ayah.

" Kok ayah yang jemput, ibu kemana yah?" tanyaku kepada ayah.

"Ada nak, ayo kita segera menemui ibu." sahut ayah.

"Ibu kemana yah?" tanyaku penuh keingintahuan.

"Iya nanti kita temui ibu ya." bujuk ayah.

 Aku merasa tidak puas dengan jawaban ayah, seakan-akan ada yang disembunyikan ayah dariku. Dan akupun menanyakan lagi kepada ayah dengan harapan ayah akan menjawab pertanyaanku agar rasa penasaranku ini terjawab.

"Ibu dimana yah, kenapa bukan ibu yang menjemput?" rengekku.

"Iya sabar nak, kita pulang sekarang ya, kita segera menemui ibu." sahut ayah dengan penuh kesabaran.

Aku segera mengikuti ayah menuju ke tempat ayah memarkir sepeda motor ayah. Setelah kami sama-sama mengenakan helm dan jaket, aku segera naik ke motor dan membonceng ayah. Aku duduk di belakang dengan memegang erat perut ayah. Lalu kami pun segera bergegas menuju tempat yang dimaksud ayah. Tetapi jalan yang kami lalui bukanlah jalan menuju ke rumah kami. Kali ini rasa ingin tahuku aku simpan, aku tak ingin mengganggu konsentrasi ayah yang sedang konsentrasi mengendarai sepedamotor ditengah sibuknya arus lalulintas siang ini.

Tidak lama kami sampai di tempat yang dimaksudkan oleh ayah. Keingintahuanku terjawab, kami menuju ke sebuah rumah sakit. Dan perasaanku semakin tidak nyaman.

"Ibu kernapa yah?" tanyaku penuh rasa ingin tahu.

"Tidak apa-apa nak, ibu hanya perlu istirahat saja." ayah berusaha menenangkan aku.

Tetapi aku sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan ibu dan melihat apa yang terjadi. Kami segera masuk ke rumah sakit tersebut melalui pintu masuk pengunjung. Akhirnya kami tiba di depan ruangan yang pintunya bertuliskan nomor 412. Kemudian kami masuk ke dalam ruangan tersebut, dan ternyata benar, ibu sedang terbaring di ranjang dalam ruang tersebut.

"Ibuuuuuuuuuuu." teriakku sambil berlari dan mendekap ibu.

Airmata ini sudah tak terbendung lagi, aku peluk ibu erat-erat sambil menangis.

'Ibu kenapa, ibu sakit apa?" tanyaku sambil menangis sesenggukan, perasaan ini sudah bercampur aduk tidak karuan.

"Ibu tidak apa-apa nak, ibu hanya perlu istirahat saja." Sahut ibu sambil mengusap rambutku.

Aku masih belum bisa menghentikan tangis kesedihanku melihat ibunda yang kusayangi terbaring di sebuah ranjang rumah sakit.

"Bagaimana latihan menyanyimu hari ini nak, sudah siapkah kamu mengikuti lomba yang akan dilaksanakan dua hari lagi?" tanya ibu kepadaku.

"Aku tidak mau ikut lomba, aku ingin berada disini menemani ibu." jawabku.

"Ibu tidak apa-apa nak, ibu hanya perlu istirahat saja, kamu persiapkan lombamu dengan baik ya." pinta ibu.

"Aku mau menemani ibu disini." sahutku masih berkeras.

"Nak, ibu tidak apa-apa, ayah akan menemanimu saat lomba nanti, iya kan bu?" sahut ayah sambil mengusap airmata di pipiku dan meminta persetujuan ibu.

"Iya nak, ayah akan menemanimu, tidak usah khawatir, ibu baik-baik saja disini, ibu ingin mendengar suara emasmu meskipun hanya melalui rekaman video dari kameran ponsel ayah." Sahut ibu membujukku.

"Mau kan kamu persembahkan yang terbaik untuk ibu?" pinta ibu.

Hatikupun luluh mendengar permintaan dari ibu. Dan aku menyetujui permintaan yang ibu sampaikan. Kemudian perlahan-lahan ibu menyanyikan lagu yang akan kulombakan dua hari mendatang. Kata demi kata, bait demi bait dilantunkan oleh ibu, kemudian aku mengikutinya, akhirnya kamipun bersama-sama menyanyikan lagu ini.

"Jadi kamu mau memberikan suara emasmu untuk ibu?" tanya ibu.

Akupun mengangguk dan tersenyum sambil memeluk erat ibu.

 Dan dalam hatiku mengatakan, "aku persembahkan lagu cinta untuk ibu."

Tiba saatnya hari perlombaan dimulai, aku bersiap sejak pagi untuk mengikuti lomba ini. selain ditemani ayah yang sengaja hari ini mengambil cuti kerja untuk mengantar dan memberiku samangat, aku juga didampingi oleh ibu guru kelasku. Ketika tiba giliranku untuk naik ke panggung, aku bawakan lagu tersebut dengan sepenuh hati. 

Meskipun aku berusaha tampil dengan semaksimal mungkin, rupanya aku masih tidak dapat menyembunyikan  rasa sedih dari raut wajahku. Bukan tanpa alasan, karena tiba-tiba datang seorang cowok yang sepertinya juga kontestan dari sekolah lain menghampiriku. Dia menyapa terlebih dahulu, kemudian kamipun berkenalan. Dia memuji suaraku, katanya suaraku bagus, mempunyai ciri khas dan berkarakter. 

Aku juga bercerita bahwa aku memang bercita-cita menjadi seorang penyanyi, aku bercerita juga jika penyebab kesedihanku adalah karena saat ini ibu sedang dirawat di sebuah rumah sakit. Setelah kuceritakan apa yang terjadi, dia memberiku nasihat bahwa apapun yang terjadi, kita tidak boleh larut dalam kesedihan, disaat-saat seperti ini kita harus berusaha memberikan yang terbaik untuk ibu, sebagai penguat semangat agar ibu cepat pulih dari sakit yang diderita. Kemudian dia memberiku sebuah boneka kelinci sebagai kenang-kenangan.

Katanya "apapun keadaan hatimu, baik itu sedang mengalami susah ataupun senang, sedih ataupun gembira, sehat ataupun sakit, tetaplah bernyanyi untuk kelinci ini, niscaya aku akan mendengar suaramu."

Aku tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkannya, dan kini hartiku tidak sedih lagi, aku teringat janjiku kepada ibu, akan kupersembahkan lagu cintaku untuk ibu. Dan sejak saat itu kamipun tidak pernah bertemu lagi, sepertinya dia sudah pindah ke kota lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun