Audy baru saja pindah ke kos dua tingkat itu, memilih kamar nomor 1 di lantai bawah karena dekat pintu masuk dan praktis untuk ke kampus. Dari kamarnya, ia tidak bisa melihat tangga yang berada di bagian tengah kos, tapi para penghuni sering memperingatkan:
"Hati-hati di tangga, sering ada yang muncul, terutama malam-malam sepi."
Tangga itu terbuat dari beton dingin, warnanya kusam, dan menimbulkan suara langkah berat saat diinjak.
Malam itu, Audy tidur lebih awal. Tapi mimpi buruk datang tanpa diundang. Di dalam mimpi, ia berada di kamar nomor 1, di tembok yang berbatasan dengan toilet. Dari balik tembok itu terdengar keramaian, tawa, dan bisikan yang tak kasat mata. Audy merasa tersedot ke dalam keramaian itu, berada di dunia lain yang hampa dan menakutkan.
Tiba-tiba, muncul sosok tinggi besar dengan mata merah menyala, menatapnya tanpa ampun. Jantung Audy berdegup kencang, kaki terasa berat, napasnya tercekat. Ia berlari, tapi sosok itu terus mendekat. Dengan jeritan yang tercekat di tenggorokannya, Audy terbangun, tubuh basah oleh keringat dingin.
Sejak malam itu, Audy takut tidur sendirian. Setiap malam, ia selalu memposisikan tubuhnya menghadap tembok kamar, berjaga-jaga kalau ada yang mendekat. Rasa takutnya tak pernah hilang. Bahkan suara lirih dari tangga tengah kos, atau bisikan samar dari lantai atas, membuat hatinya berdebar. Teman-teman kosnya sering bercerita tentang wanita berambut panjang yang muncul di tangga tengah itu---dan Audy sadar, mimpi buruknya hanyalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih gelap.
Hari demi hari, ketakutannya meningkat. Setiap malam, bayangan merah itu kembali muncul dalam mimpi, mengintai dari sudut kegelapan. Audy mulai merasa, kos itu bukan sekadar tempat tinggal---tapi gerbang ke dunia lain, yang selalu menunggu malam tiba.
Suatu malam, Audy tidak menutup mata. Tubuhnya menegang, tangan menggenggam selimut, mata menatap tembok yang berbatasan dengan toilet. Suara lirih mulai terdengar, lebih jelas, lebih dekat, seperti langkah di lantai kamar mandi. Napas Audy tersengal, tapi ia menahan diri, bertekad untuk tidak lari.
Tiba-tiba, dari sudut gelap kamar, muncul bayangan tinggi besar dengan mata merah menyala. Sosok itu berdiri menatapnya, diam tapi mengancam. Audy merasa darahnya membeku. Jantungnya seakan berhenti berdetak.
Lalu terdengar suara perempuan panjang, serak, dari arah tangga tengah kos: