Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Situs Kumitir: Jejak Majapahit yang Membuka Babak Baru Studi Arkeologi Nusantara

20 Juni 2025   07:00 Diperbarui: 20 Juni 2025   06:43 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik ladang dan pemakaman kecil di Dusun Bendo, Mojokerto, Jawa Timur, ternyata ada sebuah rahasia besar dari masa lalu Nusantara. Bukan cuma tumpukan batu bata kuno, Situs Kumitir kini dianggap sebagai salah satu penemuan arkeologi paling penting dalam pengkajian tentang Kerajaan Majapahit. 

Perlahan tapi pasti, situs ini mulai mengungkap sejarah yang lama tersembunyi, memperlihatkan bagian-bagian penting dari warisan budaya yang pernah berkuasa di tanah Jawa.

Jadi, bisa dibilang, Kumitir bisa jadi kunci untuk membuka babak baru dalam studi arkeologi Majapahit. Dari sini, kita bisa melacak jejak politik, spiritualitas, bahkan demografi masa lalu yang selama ini belum sepenuhnya terungkap. Situs ini bukan hanya menyimpan artefak kuno, tapi juga potensi pengetahuan yang bisa mengubah cara kita memahami sejarah Nusantara.

Dari Tanah Biasa Menjadi Panggung Sejarah

Penemuan Situs Kumitir itu sendiri cukup menarik, dan ya, bisa dibilang, terjadi secara kebetulan. Pada tahun 2016, seorang pembuat bata lokal menemukan tumpukan bata yang aneh saat menggali tanah. Namun, tepatnya pada pertengahan tahun 2019, ketika Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan penggalian resmi, perhatian serius mulai tertuju pada penemuan ini.

Di bawah pimpinan Bapak Wicaksono Dwi Nugroho, tim peneliti menemukan struktur dinding penahan besar yang membuat publik geger. Struktur ini ternyata bukan berdiri sendiri, melainkan menunjukkan jejak kuat sebagai bagian dari bekas istana Bhre Wengker, yang merupakan bangsawan penting dan menantu dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.

Sejak saat itu, Kumitir bukan lagi lahan biasa. Ia telah bertransformasi menjadi panggung sejarah yang penting, membawa kita menyelami kehidupan elite Majapahit dari sudut pandang yang jarang terlihat.

Kumitir dalam Naskah Kuno

Temuan fisik ini gak cuma ada di sini. Dalam naskah-naskah kuno seperti Nagarakertagama dan Pararaton, Kumitir sudah lama disebut sebagai tempat yang penting. 

Dalam Pupuh 83 Nagarakertagama, ada sebutan tentang Narasinghamurti, yang diduga sebagai Mahesa Cempaka, kakek Raden Wijaya, yang didharmakan di sini. Menariknya, pembangunan tempat suci tersebut bahkan dikatakan dilakukan oleh Bhre Wengker sendiri

Naskah Pararaton menyebut wilayah ini dengan nama Kumeper, sementara dalam kidung-kidung Jawa kuno, Kumitir digambarkan sebagai wilayah spiritual yang erat dengan ritual dan kepercayaan masyarakat Majapahit. 

Nama Kumitir yang ada dalam teks-teks klasik ini semakin menguatkan dugaan bahwa situs ini bukan hanya tempat tinggal para bangsawan, namun juga pusat spiritual dan pendharmaan. Ini menjadikan Kumitir salah satu titik penting dalam peta spiritual dan politik Majapahit.

Ekskavasi dan Temuan Arkeologis

Ekskavasi yang dilakukan sejak tahun 2019 hingga tahun 2024 sudah banyak mengungkap hal menarik. Beberapa penemuan di sini benar-benar mengubah cara kita melihat kompleksitas Majapahit:

* Struktur talud besar berbentuk persegi panjang dengan ukuran 316 x 216 meter, yang diduga menjadi batas kompleks kerajaan atau situs pendharmaan.

* Penemuan kerangka manusia, termasuk kerangka perempuan dewasa dan kerangka seorang balita. Sampel ini sekarang sedang diteliti melalui uji karbon dan analisis DNA untuk lebih memahami identitas dan peran mereka dalam masyarakat Majapahit.

* Temuan pilar dan umpak batu, yang menunjukkan adanya bangunan besar seperti pendopo atau aula.

* Susunan batu bata raksasa khas Majapahit hingga 14 lapis, masing-masing berukuran 32 x 22 x 6 cm.

* Lapisan geologi yang tak biasa, termasuk batu boulder besar, yang mengindikasikan bahwa kawasan ini pernah mengalami peristiwa alam besar, mungkin letusan atau banjir lahar.

Semua elemen ini seperti puzzle yang perlahan-lahan merangkai kisah tentang perencanaan kota, sistem keagamaan, hingga cara hidup masyarakat Majapahit. Kumitir bukan hanya sekadar situs arkeologi, tapi juga narasi yang terbuka untuk ditafsirkan ulang lewat pendekatan multidisipliner.

Tantangan dalam Pelestarian

Sayangnya, potensi besar ini datang dengan banyak tantangan. Sekitar 60% dari struktur bangunan bata di Kumitir saat ini sudah rusak parah. Ada beberapa penyebab yang membuat hal ini terjadi, antara lain:

* Aktivitas penggalian liar untuk memproduksi bata lokal.

* Pemakaian lahan situs sebagai kebun tebu dan sawah.

* Perlindungan fisik yang minim serta regulasi konservasi yang belum maksimal.

Sebagian kawasan memang sudah dilindungi oleh cungkup dan pagar baja ringan, tapi sayangnya, itu belum mencakup seluruh situs. Ini membuat Kumitir seolah menjadi medan pertempuran antara pelestarian dan pengabaian. Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, kita bisa kehilangan salah satu warisan arkeologi terbesar dari peradaban Majapahit.

Menuju Kawasan Cagar Budaya Terpadu

Wilayah Trowulan sudah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN), dan sistem zonasinya mencakup zona inti, penyangga, pengembangan, dan penunjang. Dengan nilai sejarah dan arkeologis yang ada, Kumitir sangat layak untuk dimasukkan ke dalam zona inti baru atau bahkan diperluas sebagai bagian dari jaringan pelestarian Majapahit.

Nah, untuk mewujudkan semua ini, kita perlu beberapa langkah konkret, seperti:

* Pengakuan resmi dari Kemendikbudristek tentang status strategis Kumitir.

* Kerja sama antar lembaga, seperti BRIN, BPCB, universitas, masyarakat adat, dan pemerintah daerah.

* Pengembangan wisata budaya yang berbasis edukasi, bukan hanya sekadar pariwisata komersial.

Dengan adanya sinergi ini, Kumitir bisa menjadi contoh model pelestarian warisan budaya yang inklusif dan berkelanjutan.

Membuka Babak Baru Studi Arkeologi Majapahit

Situs Kumitir hadir sebagai terobosan penting dalam studi Majapahit, dan ada dua alasan utama untuk itu:

1. Lokasinya yang berada di sisi timur kota kerajaan memberikan petunjuk baru bahwa kekuasaan Majapahit tidak hanya terpusat di Trowulan, tapi juga meluas dan terstruktur dengan kompleks.

2. Kaitannya dengan elite bangsawan, yang bukan hanya soal keagamaan. Ini membuka peluang untuk menggali lebih dalam tentang aspek politik internal Majapahit, termasuk peran para Bhre dalam mengelola kekuasaan.

Lebih dari itu, dengan adanya kerangka manusia yang bisa dianalisis secara biologis, kita bisa mulai membaca dimensi demografi dan ritual pemakaman Majapahit, yang sebenarnya jarang terungkap dari situs lain.

Kumitir bukan hanya sekadar mengungkap artefak, tapi juga memperkenalkan cara pandang baru terhadap arkeologi Nusantara, di mana identitas, budaya, dan teknologi dipelajari secara utuh.

Memperkaya Warisan Budaya Nusantara

Kumitir mengingatkan kita bahwa sejarah tidak cuma tersimpan dalam teks dan naskah, tetapi juga dalam tanah yang kita injak. Dengan menggabungkan arkeologi, filologi, geologi, dan bahkan forensik, kita bisa menjadikan situs ini sebagai laboratorium terbuka untuk belajar tentang:

* Teknologi arsitektur kuno.

* Struktur sosial dan hubungan antarbangsawan.

* Praktik spiritual dan sistem kepercayaan masyarakat Majapahit.

Tapi lebih dari itu, Kumitir juga mengajarkan kita bahwa warisan budaya itu rapuh. Jika tidak dijaga bersama, warisan ini bisa hilang sebelum kita sempat memahaminya sepenuhnya. Jadi, pelestarian seperti situs Kumitir bukan hanya menjadi tugas para arkeolog dan ahli warisan budaya, tetapi juga  menjadi tanggung jawab kolektif bangsa.

Kesimpulan: Menyambut Kembali Kumitir

Kumitir adalah pintu baru yang membuka lembaran lama. Dari tanah merahnya, kita tidak hanya menemukan sisa bangunan, tetapi juga mendengar kembali suara masa lalu, suara Bhre Wengker, Mahesa Cempaka, dan para leluhur yang membangun negeri ini dengan keyakinan, kerja keras, dan visi besar.

Menjadikannya bagian resmi dari kawasan cagar budaya terpadu bukan hanya soal pelestarian situs, tetapi juga tentang menghormati akar sejarah bangsa. Dengan terus mengangkat Kumitir ke panggung publik, kita tidak hanya memperkuat identitas budaya Nusantara, tetapi juga memastikan bahwa kisah besar Majapahit tetap hidup untuk generasi

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun