Mohon tunggu...
Andrie Enrique Ayyas Camarena
Andrie Enrique Ayyas Camarena Mohon Tunggu... pegawai negeri -

aku hanyalah lelaki gila yang menjadi gila dengan kata-kata dan bukan siapa-siapa http://andrieenriqueayyascamarena. blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Puisi yang Terkurung Cemburu (Prosa)

26 Januari 2014   17:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku masih ingat, ketika kau menjadi kupu kupu, sepasang sayapmu kebesaran, beterbangan mengitariwajah bulan, menutupi kilauan mentari. Dan aku sering menyisir rambutmu, beraroma shampoo, menghunjam jantung, detaknya lahir dan mati di genggaman tangan. Sementara kusuka matamu, berkedip di antara ombak, bertabur pasir pasir bawah laut. Mata itu masih seperti dulu, memandangi ribuan batu karang, memahat rindu dan menyimpan luka. Meninggalkan selembar jejak waktu, menggerus nurani, untuk mengendapkan kata kata cinta.

Dan malam datang berkunjung, lalu tinggal menetap, membawa secarik puisi, jatuh menggantung, melingkar di tepian ranjang, setiap kunang kunang datang, cahayanya berbisik,” aku mencintaimu.”

Kemudian, satu persatu ribuan puisi kuletakkan di dada, agar aku rindu merumah di hatimu, seperti bunga sakura mekar, baunya membawa kabar dari musim semi, dan mulut puisi riang gembira mencipta dirimu.

Mungkin dulu, kau masih malu malu, hanya mengintip di pintu hati. Memohon sorot mata awan menjelma hujan, membasahi semak belukar di taman taman kota. Gerimisnya menggoda huruf huruf cinta, panas dingin membasuh bibir. Dan angin menghisap rintik rintik air, lentur, berkerut, berlumuran bait bait puisi, berkabut, bernafas di hamparan kertas putih, lalu terbang ke langit.

Tapi sosokmu masih muram terikat rindu. Terpasung di ruang sunyi. Saat bicara masa kecil yang getir, waktu berputar cepat dan tak terlihat, karena ia bersembunyi di balik senja,mengurai jiwa putih, menguapkan sifat jenaka, dan adrenalin perlahan meninggi, mengupasi tatapan mata, senyum, bahasa tubuh, dan keringat.

Sedangkan paru parumu kembang kempis ditengah lalu lalang udara. Merekam berbagai macam cerita. Ada tulang rusuk patah, tak lagi tegak berdiri. Barangkali bersembunyi, menanti secawan anggur di riak riak sungai. Ia tenggelam, tak lagi menggores bebatuan. Lalu muncul kembali,berenang di lorong lorong sempit.

Akhirnya, pergelangan tanganmu mulai menggula, meleleh, menempel di jalanan semut. Dan mereka suka mengamati manisnya kata katamu. Di musim lain, ada wajah menangis, ada sekerat daging dikoyak koyak. Dan ada jutaan pertanyaan terkurung cemburu.tapi aku hanya meminta satu saja,menyematkan sekuntum bunga di rambutmu, dan biarkan segala prasangka di kepala sirna.



*** melepas rindu di bibirmu***



Padepokan Halimun, 17 Maret 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun