Perkembangan teknologi informasi telah membawa dunia memasuki era baru yang serba cepat dan tanpa batas. Kehadiran internet, media sosial, aplikasi digital, hingga layanan berbasis kecerdasan buatan memudahkan manusia untuk berinteraksi, belajar, bekerja, dan bertransaksi. Namun, kemudahan tersebut tidak lepas dari sisi gelap yang mengancam moralitas masyarakat. Judi online, penyalahgunaan media sosial untuk menyebarkan kebencian, serta pemanfaatan aplikasi jodoh tanpa tanggung jawab adalah contoh nyata bahwa kemajuan teknologi tidak selalu sejalan dengan etika.
Di sinilah pentingnya peran nilai kebudiluhuran sebagai fondasi moral. Universitas Budi Luhur menekankan sembilan nilai utama seperti cinta kasih, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan toleransi sebagai pedoman hidup. Sebagaimana dijelaskan dalam Buku Memahami Hakikat Budi Luhur, "budi luhur adalah kesatuan antara akal, rasa, dan perilaku manusia yang berorientasi pada kebaikan dan kemaslahatan". Nilai-nilai ini sangat relevan dalam menghadapi tantangan dunia digital.
Media sosial yang pada awalnya diciptakan untuk mempermudah komunikasi kini menjadi arena penuh risiko. Banyak orang terjebak dalam praktik menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, hingga perundungan siber. Hal ini menunjukkan hilangnya nilai kejujuran dan cinta kasih dalam berinteraksi. Dalam Buku Saku Menuju Generasi Cerdas Berbudi Luhur (2014) ditegaskan bahwa "kejujuran adalah fondasi kepercayaan, sedangkan cinta kasih menumbuhkan sikap saling menghormati". Seharusnya, media sosial dimanfaatkan untuk menyebarkan kebaikan, bukan kebencian.
Fenomena judi online mencerminkan bagaimana teknologi bisa disalahgunakan secara masif. Akses mudah dan godaan keuntungan instan membuat banyak orang terjerumus, bahkan menghancurkan ekonomi keluarga. Dari sisi moral, judi online jelas melanggar prinsip tanggung jawab dan keadilan. Nilai tanggung jawab menuntut manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran akan akibat perbuatannya, bukan sekadar mengikuti hawa nafsu.
Aplikasi jodoh juga memperlihatkan dilema moral. Di satu sisi, ia memberi peluang mempertemukan pasangan, tetapi di sisi lain sering dipakai untuk hubungan instan tanpa komitmen. Hal ini mengikis nilai kesetiaan, kehormatan, dan kesederhanaan yang menjadi pilar kehidupan bermoral. Tanpa pengendalian diri dan prinsip etika, aplikasi tersebut dapat mengubah relasi manusia menjadi semata-mata transaksional.
Perkembangan teknologi pada dasarnya bersifat netral; manusialah yang menentukan arah penggunaannya. Jika digunakan tanpa etika, teknologi akan menjadi alat perusak. Sebaliknya, jika didasari dengan nilai kebudiluhuran, teknologi dapat menjadi sarana membangun pendidikan, ekonomi kreatif, solidaritas sosial, dan kesejahteraan bersama. Seperti dinyatakan dalam Buku Memahami Hakikat Budi Luhur, teknologi seharusnya diarahkan untuk "membentuk manusia yang beradab, bukan sebaliknya".
Dalam perspektif teori etika teleologis, suatu tindakan dianggap baik jika memberikan manfaat luas bagi banyak orang. Maka, setiap aktivitas digital harus berorientasi pada kebaikan sosial, bukan keuntungan pribadi semata. Judi online, hoaks, dan hubungan instan tidak sesuai dengan prinsip ini karena menimbulkan kerugian lebih besar daripada manfaatnya.
Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti gotong royong, keadilan, dan kepedulian sosial harus menjadi filter utama dalam berinteraksi di ruang digital. Hal ini sejalan dengan sembilan nilai kebudiluhuran yang menekankan bahwa manusia harus hidup selaras dengan sesamanya dengan menegakkan keadilan dan toleransi. Dengan menjunjung tinggi nilai tersebut, generasi muda tidak hanya menjadi pengguna teknologi yang cerdas, tetapi juga bermoral dan bertanggung jawab.
Solusi strategis yang bisa ditempuh adalah penguatan literasi digital berbasis kebudiluhuran. Pemerintah, akademisi, keluarga, dan masyarakat perlu bersinergi menanamkan kesadaran bahwa teknologi hanyalah alat, sementara moralitas manusialah yang menentukan manfaatnya. Pendidikan etika digital harus dipadukan dengan pembiasaan nilai cinta kasih, kejujuran, tanggung jawab, dan budi pekerti luhur agar tercipta generasi cerdas digital yang beradab.
Teknologi informasi memberikan peluang luar biasa untuk kemajuan, tetapi tanpa nilai kebudiluhuran, ia dapat berubah menjadi ancaman moral. Judi online, penyalahgunaan media sosial, dan aplikasi jodoh tanpa etika hanyalah sedikit contoh dari tantangan yang ada. Oleh karena itu, menjadi insan cerdas digital harus selalu diimbangi dengan sikap berbudi luhur. Dengan mengedepankan sembilan nilai kebudiluhuran, yaitu cinta kasih, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, toleransi, keberanian, kerendahan hati, kerjasama, dan kesederhanaan, teknologi dapat diarahkan menjadi sarana membangun peradaban manusia yang bermoral dan beradab.
Daftar Pustaka
Rusdiyanta. (2020). Panduan Penulisan Esai. Universitas Budi Luhur.
Kominfo RI. (2023). Literasi Digital Indonesia. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Magnis-Suseno, F. (1997). Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius.
Universitas Budi Luhur. (2014). Menuju Generasi Cerdas Berbudi Luhur. Jakarta: UBL Press.
Djaetun, H. S. (2023). Memahami Hakikat Budi Luhur. Jakarta: Universitas Budi Luhur Press.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI