Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Komunisme, Kapitalisme, Teknologisme: Jalan Antara Menuju Ekonomi Pancasila?

6 Januari 2020   14:53 Diperbarui: 6 Januari 2020   18:22 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pelaku ekonominya ada tiga: BUMN, Koperasi dan Swasta.

Bukankah Indonesia dengan 140an BUMN-nya sudah menerapkan gaya state-capitalism sejak dulu? Bahkan kita tahu bahwa BUMN adalah salah satu soko-guru (tiang) perekonomian bangsa disamping Koperasi dan Swasta.

Faktanya sekarang BUMN sebagai instrumen negara dalam dunia usaha (pasar) sedang mengalami banyak masalah (kasus korupsi yang akut/parah dan kronis/menahun). Dari 140an perusahaan negara kabarnya hanya 15 yang bisa berkontribusi.

Menteri BUMN yang sekarang (Erick Thohir) perlu bekerja keras dan cerdas untuk mendongkrak kinerjanya supaya betul-betul bisa jadi pilar yang kuat bagi perekonomian bangsa. Belum lagi jika kita telaah BUMD yang juga ratusan jumlahnya di seantero negeri. Itu juga bentuk korporasi-korporasi yang sebagian modalnya diambil dari APBD alias dari pajak rakyat. Itu juga bagian dari instrumen state-capitalism.

Walau dalam laporan kinerja 2018 oleh Menteri Rini Soemarno dikabarkan bahwa, per 31 Desember 2018 total aset BUMN Rp 8 ribu trilyun lebih, dengan total laba Rp 188 trilyun. Ini baru mencerminkan ROA (return on assets) sebesar 2,35%. Sederhananya, masih banyak aset BUMN yang belum optimal pemanfaatannya.

Belanja modal 2018 sebesar Rp 487 trilyun yang kebanyakan mengalir ke proyek infrastruktur. Kontribusi BUMN pada APBN 2018 katanya sebesar Rp 422 trilyun. Kalau APBN 2018 sebesar Rp 2,2 ribu trilyun lebih maka BUMN menyumbang sekitar seperlima kebutuhan dana pembangunan. Cukup signifikan peran BUMN ini, apalagi kalau dikelola dengan lebih baik lagi, ini tentu harapannya.

Koperasi masih perlu banyak pembinaan dan dukungan. Ditengarai bahwa dalam berkoperasi pemahaman para anggotanya masih sekadar memanfaatkan fungsi simpan-menyimpan saja, belum banyak yang meminjam untuk ekspansi kegiatan usaha.

Jumlah koperasi aktif sampai tahun 2018 ada 126 ribu yang merangkul sekitar 20 juta orang anggota. Modal sendiri yang disetor hampir Rp 75 trilyun, modal luar Rp 66 trilyun dengan volume usaha hampir Rp 146 trilyun. Per tahun 2018 SHU (sisa hasil usaha) yang dicapai sekitar Rp 6 trilyun.

Swasta. Terdiri dari entitas yang berskala besar, menengah, kecil dan mikro. Ini aktor ekonomi yang penting. Walau pernah ada kritik yang disampaikan Prof. Yoshihara Kunio tentang Ersatz-Capitalism (kapitalisme semu/pseudo). Singkatnya ini gaya korporasi swasta yang sekedar menyusu pada modal APBN/APBD belaka.

Para pemain kapitalisme-semu ini bisa kombinasi antara patron-client (penguasa-pengusaha), atau sekedar proxy saja dari pejabat/penguasa. Biasanya proxy yang ditaruh itu keluarga (anak, istri, keponakan atau bahkan pembantunya).

Skandal perbankan BUMN dengan pengusaha swasta berciri kapitalis-semu sudah bukan rahasia lagi. Mark-up nilai proyek dan praktek side-streaming dalam praktek pinjaman bank BUMN (maupun swasta) sepertinya sudah jadi praktek yang tidak asing. Apalagi yang namanya kick-back, tahu sama tahu sajalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun