Suara Tracey Thorn, sang vokalis Everything But the Girl kini membahana, disertaI petikan gitar Ben Watt, pasangannya dalam Band. Konsisten berada tidak jauh dari Turntable DJ, Rami dan Liani kini bergoyang makin mesra, sementara Niken dan Wanda datang menghampiri Boni dan Saba di Bar. Saba memesankan Bir dan Tequila buat kedua pramugari tersebut. Setelah pesanannya datang, ia mengangkat botol birnya, mengajak bersulang.
"Untuk waktu yang tidak pernah bisa kita mundurkan. Dan masa-masa indah yang kiranya selalu kita dapatkan, dan kita kenang." Saba berpidato
Keempatnya serentak berujar "amin!", kemudian menenggak minuman masing-masing.
"Dapat kata-kata darimana Mas Saba?" Niken penasaran
"Gue enggak ngutip kata-kata orang Ken." Jawab Saba. "Setiap kata yang dikeluarkan oleh mulut kita, selayaknya adalah kata-kata yang bermakna dan mencerminkan pribadi pengucapnya. Jika sudah diucapkan, kata-kata tidak pernah bisa ditarik kembali. Maka buatlah berarti." Saba meneguk Birnya lagi. "Sayang kalau kita menggunakan waktu yang ada untuk mengucapkan kata-kata yang sudah diucapkan orang lain." Tambahnya. Wanda dan Niken terpukau.
Sementara Boni tampak biasa saja. Sepuluh tahun berteman dengan Saba, ia telah banyak mendengar banyak filosofi dari Saba. Lebih dari itu Saba selalu menjadi yang paling bijak dari antara mereka bertiga, bahkan semua orang yang pernah dikenal Boni. Namun entah mengapa untuk masalah percintaan Saba tidak pernah berhasil. Bukannya ia punya kesulitan mendekati wanita. Sebaliknya malah. Saba menyukai wanita yang lebih tua. Mungkin ia merasa wanita dengan tingkat kedewasaan tinggi lebih mampu mengimbangi dirinya dibanding wanita yang lebih muda. Namun itu hanya pemikiran Boni saja. Melihat gelagatnya dengan Wanda malam ini, mungkin saja Wanda bisa klik sama Saba.
-bersambung-