Mohon tunggu...
ANDREAS SUPRONO
ANDREAS SUPRONO Mohon Tunggu... Menyukai Kebenaran dan Keadilan

Orang biasa, melihat dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Remehkan Satu Langkah, Itu Bisa Bikin Kamu Nyasar Seumur Hidup

28 Agustus 2025   15:55 Diperbarui: 28 Agustus 2025   15:24 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan Remehkan Satu Langkah, Itu Bisa Bikin Kamu Nyasar Seumur Hidup_sumber:pexels.com

Kadang aku mikir, hidup ini kayak percobaan kimia di laboratorium sekolah. Ada reaksi cepat, ada reaksi lambat, ada juga reaksi yang... gak kelihatan hasilnya sekarang, tapi diam-diam merembet, nyusup, lalu boom! munculnya pas kita lagi nggak siap. Aku suka nyebut ini: reaksi berantai!

Bukan karena aku guru fisika ya (walau aku memang guru fisika, dan bangga!). Tapi karena aku benar-benar ngerasa kalau dalam hidup, sekali aja kita memulai sesuatu, baik atau buruk,  itu bisa merembet jadi banyak banget kejadian berikutnya. Kayak domino, jatuh satu, semua ikut goyah. Kamu pernah kan, ngerasain kayak gini?

Contohnya begini.

Awalnya kamu bangun kesiangan. Oke, gak sempat doa pagi. Akhirnya buru-buru mandi, telat berangkat, macet, emosi di jalan. Sampai sekolah atau kantor dengan mood acak-acakan. Terus bawaannya pengen marah ke semua orang. Terus jadi ngomong kasar, terus gak fokus kerja. Terus salah ambil keputusan. Terus...

Ya udah. Seharian rusak.

Padahal cuma gara-gara tadi males bangun dan gak sempat doa.

Reaksi berantai, bro!

Atau, kebalikannya.

Kamu bangun pagi. Sempet duduk tenang, doa sebentar, minum air putih, sempat ngelihat matahari terbit dari balik jendela sambil mikir, "Wah, hidup ini indah juga ya." Terus kamu nyapa istri atau anak dengan senyum, terus semangat kerja, terus dapet ide bagus, terus bikin progress, terus... pulang bawa martabak!

Dampaknya beda kan?

Cuma karena satu keputusan di pagi hari: bangun tepat waktu dan sempat bersyukur.

Itulah reaksi berantai!  Sekali baik, bisa baik seterusnya. Sekali lengah, bisa ngaco sampai besok.

Aku pernah ketemu murid yang awalnya iseng bolos satu jam pelajaran. Cuma satu jam. Tapi dari situ, dia mulai ngerasa, “Ah, gampang ternyata bolos.” Terus jadi dua jam, tiga hari, seminggu. Sampai akhirnya orang tua dipanggil, dan nilainya anjlok. Bukan karena dia bodoh. Tapi karena dia sudah membuka celah, dan reaksi berantainya nggak bisa dia kendalikan!

Sebaliknya, aku juga kenal satu anak yang dulu malas banget. Tugas selalu telat. Tapi satu hari, dia memutuskan untuk ngerjain tugas fisika tepat waktu. Katanya, “Pak, saya mau nyoba bener dulu sekali.” Dan ternyata, dari situ dia ngerasa, “Oh, ternyata bisa ya.” Terus keterusan. Terus jadi rajin. Terus jadi juara kelas. Sekarang? Udah kuliah teknik (lupa…he he)  di Jerman, dah lulus, nikah, punya suami, sukses! Semua dari satu niat: nyoba bener dulu, sekali aja!

Hal-hal kayak gini nggak jauh beda sama prinsip kelembaman Newton. Benda yang diam akan tetap diam, benda yang bergerak akan tetap bergerak,  kecuali ada gaya dari luar. Jadi kalau kita udah bergerak ke arah yang salah, kita akan terus meluncur ke situ kecuali ada gaya dari luar,  entah itu dorongan dari dalam diri, dari orang tua, dari guru, dari Tuhan... atau dari nasi padang yang menginspirasi kita untuk bangkit dan hidup lebih baik!

Hal baik itu nggak terjadi sendirinya! Niat baik itu butuh dorongan. Butuh gaya dari luar dan dari dalam. Karena tantangan untuk tetap di jalan yang baik itu nyata banget. Berbuat jahat itu mudah. Ngeluh itu gampang. Menyerah itu instan. Tapi bertahan di hal baik itu... perih, men! Apalagi kalau kamu udah capek. Kalau kamu gak lihat hasilnya segera. Kalau kamu ngelihat orang lain curang dan tetap sukses. Makanya... komitmen pribadi itu penting banget!

Aku ini orang Jawa. Dibesarkan di keluarga sederhana yang ngajarin prinsip nrimo, ngajeni, dan ngati-ati (menerima, menghargai, dan hati hati). Dan semua prinsip itu makin kerasa penting setelah aku jadi bapak, suami, dan guru. Sebagai pendidik, aku nggak cuma ngajarin rumus. Aku juga ngajarin hidup. Karena murid-murid itu gak butuh cuma nilai A di rapor. Mereka butuh bekal untuk gak ikut-ikutan arus reaksi berantai yang salah. Makanya aku sering bilang ke mereka: “Sekali kamu bohong, kamu bakal butuh bohong berikutnya buat nutupin. Sekali kamu curang, kamu bakal terbiasa cari jalan pintas. Sekali kamu males, kamu bakal nyaman dalam kemalasan.” Tapi juga aku bilang: “Sekali kamu baik, kamu bakal ngerasa ringan. Sekali kamu jujur, kamu bakal dihargai. Sekali kamu bantu orang, kamu akan terbiasa empati.”

Ketagihan itu nyata. Kita bisa ketagihan main game. Ketagihan rebahan. Ketagihan ngebohong. Tapi kita juga bisa ketagihan nolong orang. Ketagihan belajar. Ketagihan melihat orang lain bahagia karena tindakan kita. Dan itu pilihan. Tapi... untuk bisa pilih dengan benar, kita harus kenal diri sendiri. Tau batas. Tau potensi. Tau godaan yang paling sering datang. Dan yang gak kalah penting: tau mana yang bener, mana yang gak.

Bukan cuma dari kata orang. Tapi dari hati yang jernih. Dan doa!

Doa itu bukan buat minta dunia nurut sama kita. Tapi supaya kita kuat saat dunia gak seindah harapan kita. Aku tiap pagi selalu berdoa: “Ya Tuhan, tolong kasih aku hati yang bersih. Tangan yang mau bekerja. Mata yang melihat yang baik. Dan kaki yang kuat menempuh jalan yang panjang.” Karena hidup itu maraton, bukan sprint. Dan kita butuh tujuan yang jelas supaya gak nyasar!

Jalan baik itu panjang. Kadang sepi. Kadang gak kelihatan hasilnya cepat. Tapi bukan berarti gak berbuah. Banyak banget hal baik di dunia ini yang tumbuh dari proses panjang yang gak kelihatan. Kayak akar pohon. Kayak kerja hati. Kayak usaha seorang ayah yang mungkin gak viral, tapi setiap hari nyiapin masa depan buat anaknya!

Aku punya satu anak perempuan. Sekarang kelas 12. Cantik, mandiri, cerdas,  dan kadang bikin aku merasa kalah debat! Tapi aku selalu bilang ke dia: “Nak, bapak nggak minta kamu jadi paling hebat. Tapi jadilah orang baik. Itu cukup. Tapi jangan salah, jadi orang baik itu susah. Jadi kamu harus berani.” Dan aku percaya, itu juga pesan untuk kita semua. Berani memulai kebaikan. Karena dari satu niat baik, bisa ada reaksi berantai yang mengubah hidup orang lain. Termasuk hidup kita sendiri!

Aku punya anjing golden yang lucu dan setia. Dia gak bisa ngomong, tapi tiap kali aku pulang kerja, dia menyambut seperti aku ini pahlawan. Padahal kadang aku sendiri gak yakin apa aku hari itu udah jadi orang baik. Tapi mungkin itu cara semesta bilang: “Terus aja jadi baik. Meskipun gak selalu dihargai. Meskipun gak selalu dilihat.” Karena kebaikan itu... menular. Dan seperti reaksi berantai: Sekali kamu menyalakan satu lilin, nyalanya bisa menyebar ke lilin lain. Tanpa kamu tahu, kamu udah bikin terang yang lebih besar!

Jadi, mulai dari mana? Dari niat kecil! Dari bangun pagi tepat waktu. Dari gak bohong hari ini. Dari mengucapkan terima kasih. Dari gak males. Dari doa singkat. Dari bilang “maaf” duluan. Dari menyapa orang rumah dengan senyum. Karena reaksi berantai itu nyata. Dan kamu bisa jadi titik awalnya!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun