Mohon tunggu...
Andradika Fasya
Andradika Fasya Mohon Tunggu... Hoteliers - Hotlier yang suka nulis, hidup di Bali dan Brussels

hotelier yang suka nulis, hidup di Bali dan Brussels

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buronan

2 Mei 2024   13:16 Diperbarui: 3 Mei 2024   09:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jika, kamu, mendekati bangkai itu selangkah lagi, aku tembak kau, Fadillah !," bang Hamzah mengertakku lagi seraya mengeluarkan tembakan ke atas langit-langit di ruangan itu.. Dor dor.

"Tidakkah, kau, melihat Pak Prayoga, sudah tidak bernyawa," suaraku terbata-bata. Dor dor !! tembakan dua kali mengarah lagi ke tubuh Pak Prayoga.

" Kau sadis!!, kau orang yang tak berperikemanusiaan, Bang Hamzah,!!" suaraku meninggi, menatap wajah bang Hamzah.


Setelah dua tembakan terakhir itu mendesir ke tubuh Pak Prayoga, beberapa orang yang masih di didalam ruangan histeris, lalu berlari cepat keluar ruangan, hanya tinggal aku, dan bang Hamzah yang berada di ruangan itu.


Entah apa yang membuat bang Hamzah hingga nekat melakukan tindakan sadis seperti itu. Aku pun tak bisa menjawabnya dan ini diluar dugaanku, yang jelas hari ini, aku, melihat kejadian yang sangat berlawanan dengan hukum di negara ini. Manusia bebas dan sesukanya membunuh bahkan dengan berani dan sadisnya membunuh di depan banyak orang seperti di film-film triad Hongkong atau Mafioso Italia yang pernah aku tonton di Bioskop. yang sadis membunuh walau tanpa alasan yang jelas. Sinting semua, enggak waras !.


Bang Hamzah yang aku kenal memang berhati keras, siapa saja yang tak sepaham dengannya akan ditentang dan bahkan saja akan naas seperti yang aku saksikan hari ini, namun, bukankah pak Prayoga itu adalah dunungannya, merupakan God Fathernya, apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka!



***

Suara sirine dari luar ruangan terdengar jelas ditelingaku, begitupula suara dari mix megaphone dari salah satu Polisi yang berada diluar masuk ke gendangan telingaku. Aku, dan bang Hamzah  masih berada di ruangan yang merupakan bagian dari sebuah vila. Vila ini, berada di sebuah perbukitan. Hamparan persawahan yang hijau bak karpet membentang terlihat jelas, dari Villa ini pula lanskap kota Cilegon terlihat jelas, bahkan bila malam hari cahaya lampu kota Cilegon terlihat indah seperti kilauan mutiara. Vila ini, oleh Pak Prayoga dibangun sebagai tempat untuk melakukan rapat rahasia dengan geng dan sindikatnya. Layaknya mafia dari Italia jaringan yang di buat oleh Pak Prayoga sangat luas dan halus seperti belut yang licin, sulit untuk disentuh.

"Kami, dari tim reserse kriminal Kepolisian, mengingatkan agar kalian yang masih di dalam, segera keluar dengan mengangkatkan tangan di kepala," ujar salah satu polisi dari luar.


"Bang Hamzah, tidakkah kau dengar suara itu," bisikku, seraya melirikan mataku kearah bang Hamzah yang tepat di sampingku.

"Sebaiknya kita lari dari pintu belakang," sahut Hamzah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun