Mohon tunggu...
Andirachman N.P
Andirachman N.P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Hi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Undang-Undang Perfilman di Indonesia?

22 Juni 2021   18:30 Diperbarui: 22 Juni 2021   18:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana Undang - Undang Perfilman di Indonesia.

Perfilman di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat  pesat seiring dengan masuknya era digital. Kebebasan berekspresi di negeri ini mendukung serta membuat produksi produksi film di Indonesia sehingga meningkat secara pesat. 

Teknologi juga salah satu hal yang ikut mendorong industri kreatif Indonesia memproduksi film-film untuk menjadi sumber pemasukan mereka hingga dikenal banyak khalayak. 

Perfilman Indonesia pun tak kalah mendapat perhatian dari perfilman seluruh dunia. Rumah produksi tersebar bukan hanya di kota besar saja, tapi juga di kota-kota kecil di seluruh pelosok negeri ini. 

Film merupakan salah satu media komunikasi modern yang efektif untuk menghibur sekaligus menyampaikan pesan yang dapat mempengaruhi sikap, pola pikir dan membuka wawasan bagi penontonnya. 

Dalam perkembangan media, audio visual bisa dikatakan sangat ampuh menyampaikan suatu pesan terhadap khalayak banyak dari pada media-media lain. Komunikasi yang efektif sangat diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. 

Film adalah gambar hidup atau sering disebut movie. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film dihasilkan dari benda dengan kamera dan atau oleh animasi, Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar. Film merupakan perkembangan dari 2 berbagai teknologi fotografi dan rekaman suara. Film merupakan media komunikasi, bukan hanya untuk hiburan tetapi juga untuk pendidikan dan penerangan. Film memiliki kebebasan dalam menyampaikan sebuah pesan atau informasi. namun

UU Perfilman nomor 33 tahun 2009, banyak orang atau pengamat film bahwa UU tersebut sudah usang. Sejak pertama kali ditandatangani oleh bapak mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, peraturan tentang pelaksanaan berbagai pasal - pasal yang ada di dalamnya belum juga muncul, hanya ada dua hal yang diikuti keluarnya Perpres dan Permen dari undang - undang tersebut yang dimana merupakan Lembaga Sensor Film dan BPI ( Badan Perfilman Indonesia ). 

Selama sepuluh tahun sampai saat ini yang sejatinya diterbitkan untuk memproteksi dan memperkuat film nasional termasuk sumber daya manusia didalamnya serta untuk menjawab tentang perkembangan teknologi, Saat ini undang - undang tersebut hanya menjadi bacaan yang tidak mempunyai kekuatan mengikat. Saat ini memang seharusnya kita mempertanyakan lagi tentang undang - undang Nomor 33 tahun 2009, sebagaimana efektifnya undang - undang itu.

Sejak pertama kali kemunculan undang - undang Perfilman nomor 33 ini menuai banyak pro dan kontra, ada beberapa pasal di dalamnya yang menjadi perdebatan. Bahkan Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop seluruh Indonesia Bapak Johny Syarifudin dalam satu kesempatan dia bilang bahwa Undang - Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman terlalu prematur untuk diterbitkan. Salah satu amanat dalam Undang Undang Nomor 33 tentang perfilman ialah berupa pembentukan Badan Perfilman Indonesia, melalui keputusan nomor 32 tahun 2014. 

Di dalam tugasnya BPI memiliki fungsi utama yaitu menyelenggarakan festival di dalam negeri, mengikuti festival di luar negeri, menyelenggarakan pekan film di luar negeri, serta mempromosikan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film asing. Selain itu juga memberikan masukan untuk kemajuan perfilman, melakukan penelitian perkembangan perfilman, memberikan penghargaan, serta memfasilitasi pendanaan pembuatan film tertentu yang bermutu tinggi.
Tata edar dalam perfilman Indonesia juga selalu menjadi perdebatan dalam tata kelola industri film tanah air. Di Undang - Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman pasal 32, disebutkan bahwa pelaku usaha pertunjukan film wajib menayangkan film Indonesia sekurang - kurangnya 60 % dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama 6 bulan berturut turut. 

Namun ketentuan lebih lanjut belum juga diterbitkan padahal sebagian besar kalangan menilai petunjuk pelaksanaan yang mengatur itu lebih jauh soal tata edar dapat memberikan perlindungan yang besar terhadap film nasional. Salah satu orang yang paling keras menyuarakan untuk segera diterbitkan nya peraturan pemerintah soal tata edar adalah produser yang namanya Firman Bintang. 

Di Berbagai kesempatan ia bersuara bahwa apa yang diatur Undang - undang terkait tata edar akan memberikan keadilan di film nasional, sebab ia merasa selama ini banyak film nasional yang mendapat perlakuan kurang adil dalam jadwal tayang di bioskop. 

Jadwal tayang di Bioskop dikuasai produser besar yang sudah mematok tanggal di momen banjirnya penonton film di Indonesia, hal yang berbeda akan dirasakan produser baru dari rumah produksi kecil. Hal ini menimbulkan banyak persepsi bahwa jumlah film Indonesia yang ditayangkan bisa berapa saja asal jam pertunjukan memenuhi, belum lagi definisi soal film Indonesia itu tersendiri. 

Apakah yang seratus persen dikerjakan rumah produksi lokal dan sebagainya disebut film Indonesia, atau film Indonesia yang bekerja sama dengan rumah produksi luar negeri juga termasuk film Indonesia?, hal ini menjadi semakin pelik karena penjelasan dari pasal itu bahwa film Indonesia yang ditayangkan adalah film yang bermutu. Pertanyaannya siapa yang bisa menentukan film itu bermutu atau tidak?.

Banyak yang memilih bunyi pasal itu untuk disusun ulang karena dinilai memiliki kesimpangsiuran. Kehadiran pemerintah memang sangat penting sekali dengan tentunya mendengar masukan dari insan film. Kalau selama ini tata edar untuk hanya di bioskop lalu bagaimana film Indonesia di televisi dan di internet, dan regulasinya belum ada. Revisi tentang perundang - undangan nomer 33 tentang perfilman ini harus dilihat kembali tujuan, fungsi, asas, dan prinsipnya, dari sisi kebutuhan revisi Undang - sangatlah mendesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun