Aku minta maaf. Semua orang menasihatiku untuk tidak berebut mainan lagi.
Sejak hari itu, aku berubah. Aku belajar menahan ego. Aku belajar bahwa tidak semua yang kita sayangi harus kita pertahankan dengan cara yang kasar.
Tapi...
Beberapa tahun kemudian.
Aku dan Razqa sudah remaja. Hubungan kami baik, meski bekas luka di dagunya masih ada.
Satu hari, kami sedang duduk berdua, membicarakan masa kecil. Aku memberanikan diri bertanya, "Ca, kamu masih ingat gak... soal boneka dan lukamu itu?"
Razqa tersenyum kecil. "Ingatlah. Tapi ada yang gak kakak tau..."
Aku terdiam. "Apa?"
Razqa menoleh. "Waktu itu, aku tahu kakak bakal lepasin bonekanya. Aku sengaja gak jaga keseimbangan. Aku pengen tahu, kamu bakal peduli atau enggak kalau aku jatuh."
Aku terpaku. "Serius?"
Dia mengangguk, pelan. "Dan waktu aku lihat kakak panik, aku tahu... kakak sayang sama aku lebih dari boneka itu."