Aku akhirnya menyerah.
Dan... detik itu juga, Razqa terpelanting ke belakang. Kepalanya membentur sudut tajam pijakan di kolong. Dia menangis. Aku... malah tertawa, merasa menang.
Tapi tawaku mendadak berhenti saat darah mengalir dari dagu Razqa.
DEG!
Aku panik. Papa langsung menggendong Razqa, menarik tanganku pulang. Di rumah, Tante dan Om histeris. Nenek bertanya, tapi aku hanya bisa lari ke kamar dan menangis di balik pintu.
Aku takut.
Gelap.
Aku sendirian.
Aku tidak tahu berapa lama aku di sana, sampai Mama pulang dan membangunkanku. Aku langsung memeluknya dan menangis sejadi-jadinya.
Mama berkata lembut, "Gak papa... yuk kita lihat Razqa."
Aku turun, melihat Razqa tertidur dengan perban di dagunya. Luka itu dijahit.