Beberapa karya sastra Yamin antara lain: Tanah Air (1922), Indonesia Tumpah Darahku (1928), drama seperti Ken Arok dan Ken Dedes dan Kalau Dewa Tara Sudah Berkata. Yamin menulis buku-buku sejarah seperti Gadjah Mada, Sejarah Perang Diponegoro, 6000 Tahun Sang Merah Putih, dan lain-lain. (Yamin, 1955; Yamin, 1959)
Pemikirannya membantu membangun narasi sejarah Indonesia yang menyatukan berbagai etnis dan budaya ke dalam satu cerita kebangsaan
Â
Peran Mohammad Yamin dalam pembentukan identitas kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kiprahnya sebagai pemikir multidimensi. Ia memadukan sastra, sejarah, bahasa, dan politik untuk membangun kesadaran nasional yang inklusif dan visioner. Dalam konteks bangsa yang majemuk, Yamin hadir sebagai jembatan antarperbedaan, sekaligus simbol dari cita-cita persatuan. Gagasannya tentang bahasa persatuan, sejarah nasionalis, dan dasar negara tetap relevan hingga hari ini dan layak menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI