Mohon tunggu...
Amy Razan
Amy Razan Mohon Tunggu... -

Puisi, Cerpen, Review makanan, Tentang teknologi, Eksplor program K-variety show dan K-reality show |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertemuan, Wasabi dan Sebuah Rasa Malu

18 Mei 2025   17:34 Diperbarui: 17 Mei 2025   19:35 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: sahabat (sumber : pexel)

Dalam gelap selalu ada terang. Saat dingin, akan datang hangat. Tapi terkadang, keberanian untuk bertemu orang lama pun tak mampu bertahan lama. Lima menit berdiri, sepuluh menit bersembunyi di ruangan tertutup. Dulu, hal-hal berat yang membuatku seperti orang asing bagi diri sendiri bukan berasal dariku. Tapi dari mereka orang-orang di sekitarku.

Tahun 2015, aku kembali bertemu teman lama dari TK. Siang bolong, dengan pakaian serba hitam, aku merasa salah kostum. Terik matahari menyengat, tapi lebih panas lagi perasaanku grogi bertemu kawan lama. Jantung tak karuan, sampai-sampai aku menenangkan diri di toilet umum.

Lucunya, tekad bulat untuk bertemu seseorang yang sudah lama dikenal justru membuatku panik setengah mati. Ketenangan di toilet tak berlangsung lama, handphone di dalam tas berbunyi kencang. Aku langsung mengangkat dan berkata, "Aku masih di toilet."

Saat siap keluar, wajahku sudah pasang mode 'jalan cepat'. Tapi niat itu batal karena temanku sebut saja Mi ternyata sudah berdiri tak jauh dari pintu toilet. Kami saling sapa, dan akhirnya menuju restoran sushi Jepang yang sudah kami sepakati.

Obrolan ringan dimulai dengan nostalgia masa kecil. Saat sedang seru bercerita, pelayan datang dan bertanya ingin duduk di mana. Kami memilih tempat terdekat. Namun, mataku langsung tertuju pada sesuatu di atas meja.

"Mi, lihat deh, itu ijo-ijo apa ya?" tanyaku penasaran.
 Aku buka penutupnya dan boom! Bau menyengat menyeruak. Hampir saja aku pingsan. Ternyata itu wasabi!

Mi hanya tertawa puas melihat reaksiku. Lalu pelayan datang untuk mencatat pesanan. Kami menunggu cukup lama es ocha datang lebih dulu, tapi makanan tak kunjung tiba. Perut sudah berbunyi, rasa lapar tak bisa ditahan. Aku keluar sebentar membeli roti. Saat kembali, makanan akhirnya datang.

Setelah sempat bad mood, akhirnya kami bisa menikmati hidangan. Obrolan makin dalam, saling bertukar cerita perjuangan hidup. Tak terasa, jam menunjukkan pukul delapan malam. Saatnya pulang.

Hari itu penuh tawa, kikuk, dan kejutan. Tapi rasanya hangat---seperti diingatkan bahwa pertemuan, sekacau apa pun, bisa menjadi awal dari semangat baru.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun