Lihat ke Halaman Asli

Menteri Sri Mulyani Panik Investasi Seret, Siapkan Joker Bernama Danantara!

Diperbarui: 4 Juli 2025   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi dolar (pexels.com/Pixabay) 

Di ruang rapat yang dingin bersama para anggota dewan, di tengah paparan data dan grafik yang rumit, ada satu momen di mana nada suara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terdengar berbeda. Bukan lagi nada seorang birokrat yang percaya diri, melainkan nada seorang yang sedang melihat lampu peringatan menyala terang.

Lampu itu berkedip-kedip di sebuah angka yang mungkin terdengar asing di telinga kita, 2,1 persen!

Angka ini, menurutnya, "termasuk sangat lemah". Bagi kita, 2,1 persen mungkin hanya angka kecil. Tapi di dunia ekonomi, angka ini adalah sinyal bahaya. Ini adalah angka pertumbuhan investasi di Indonesia pada kuartal pertama 2025. 

Ini cerita tentang masa depan kita semua, tentang lapangan kerja, dan tentang seberapa cepat negara ini bisa berlari. Dan di tengah kekhawatiran ini, pemerintah ternyata sedang menyiapkan sebuah "kartu joker" yang diharapkan bisa mengubah permainan.

Sri Mulyani soroti lemahnya investasi yang ancam ekonomi. Danantara jadi harapan, namun berisiko menyingkirkan swasta (crowding out). - Tiyarman Gulo

Membedah "Monster" Asing Bernama, PMTB!

Sebelum panik, mari kita pahami dulu apa biang keladinya. Angka 2,1 persen itu merujuk pada pertumbuhan PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Namanya memang terdengar seperti mantra dari buku pelajaran ekonomi yang bikin mengantuk. Tapi artinya sangat sederhana.

PMTB adalah "belanja modal" sebuah negara. Ini adalah total uang yang dihabiskan untuk membeli atau membangun aset-aset produktif, pabrik baru yang akan merekrut ratusan pekerja, jalan tol yang memperlancar distribusi barang, mesin-mesin canggih untuk meningkatkan produksi, hingga gedung-gedung perkantoran baru.

Singkatnya, PMTB adalah fondasi dari pertumbuhan ekonomi di masa depan. Semakin tinggi angkanya, semakin banyak "pabrik" kemakmuran yang sedang dibangun.

Sri Mulyani menjelaskan, "Kalau kita ingin tumbuh 5 persen, biasanya investment juga harus tumbuhnya sekitar 5 persen." 

Kenyataannya? Pertumbuhan investasi kita hanya 2,1 persen. Jauh panggang dari api.

Badai Global dan Target Ambisius

Kenapa mesin investasi kita mendadak lesu? Ternyata, kita sedang dikepung dari dua arah.

Pertama, badai dari luar negeri. Perekonomian global sedang tidak baik-baik saja. Indeks PMI manufaktur global sedang berada di zona kontraktif alias nilainya merah. Harga komoditas seperti minyak dan gas alam naik-turun seperti roller coaster, diperparah oleh konflik geopolitik seperti ketegangan Israel dan Iran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline