Lihat ke Halaman Asli

Siahaan Agnes

Mahasiswa

Eksistensi Ugamo Malim di Kalangan Masyarakat Batak Toba

Diperbarui: 22 April 2024   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Agama Malim merupakan agama yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Batak Toba. Dalam kepercayaan Batak Toba agama Malim biasa disebut dengan Ugamo Malim. Agama Malim merupakan agama pertama kali atau agama perdana yang hadir di Tanah Batak sebelum agama Kristen dan agama Islam masuk ke Tanah Batak. 

Sebelum agama Kristen dan agama Islam sampai ke tanah Batak, masyarakat Batak sebenarnya sudah mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa yang disebut dengan Debata Mulajadi Nabolon. Akan tetapi kepercayaan ini dulunya belum bisa dikatakan sebagai agama seperti saat ini (Paganisme). Paganisme percaya kepada Debata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan Yang Maha Esa, yaitu sang maha pencipta dan maha kuasa yang tidak berawal dan tidak berakhir. 

Secara fungsional Debata Mulajadi Nabolon memiliki sebutan lain, yaitu Tuhan Bubi Nabolon sebagai tuhan yang memiliki kuasa di Banua Ginjang, Ompu Silaon Nabolon atau Raja Pinangkabo tuhan yang memiliki kuasa di Banua Tonga, dan Tuhan Pane Nabolon sebagai tuhan yang berkuasa di Banua Toru (mencakup lautan dan cahaya). Selain itu, masyarakat Toba mempercayai  Debata Natolu (3 Debata) yang dipercayai sebagai yang membantu tugas  Debata Mulajadi Nabolon, yaitu Batara Guru, Soripada, dan Mangalabulan (Gultom 2010, 77). 

Walaupun pada masa itu masyarakat Batak Toba belum secara resmi menganut agama, seluruh kehidupan masyarakat Batak toba baik kehidupan sosial, dan pribadi sudah memiliki konsep keagamaan. Sebelum hadirnya Ugamo Malim ke Tanah Batak, sebenarnya sudah mulai ada ajaran dan kepercayaan agama Batak. 

Malim menyebut keagamaan itu sebagai Malim Debata yang dibawa oleh suruhan atau utusan Debata Mulajadi Nabolon. Adapun utusan atau suruhan dari Debata Mulajadi Nabolon yang menjadi malim pada saat itu adalah; Raja Uti, Simarimbulubosi, Raja Sisingamangaraja, dan Raja Nasiakbagi. 

Keempat utusan atau suruhan Debata Mulajadi Nabolon ini diyakini sebagai manusia yang dipilih untuk membawa berita keagaamaan kepada masyarakat suku Batak Toba selama kurang lebih 400 tahun. Namun, pada masa kepemimpinan Raja Uti, Simarimbulubosi, dan Sisingamangaraja, ajaran tersebut belum bisa disebut sebagai agama melainkan hanya sebagai bentuk kepercayaan yang berisi amalan-amalan atau ritual-ritual sebagai tali penghubung antara manusia dengan Debata. Para malim ini disebut sebagai orang yang memiliki harajaon malim atau kerajaan malim di Banua Tonga (bumi) yang berasal dari Debata Mulajadi Nabolon (Gultom 2010, 92).

Dalam ajaran agama Malim, sangat terlihat dengan jelas bahwa bagaimana agama ini mendalami adat dan kebudayaan yang dimiliki oleh suku Batak Toba secara mendalam. Maka dari itu, untuk memahami ajaran agama Malim secara mendalam, setiap pengikutnya wajib untuk mengikuti dan mendalami ritus-ritus dan upacara yang sudah diyakini dan dipercayai. Ada 9 upacara dan ritus-ritus yang harus diikuti sejak lahir sampai mati, dan kewajiban ini sudah menjadi aturan dalam agama Malim, yakni:

1. Martutuaek; yang biasa dilakukan untuk melakukan penyucian kepada bayi yang baru lahir.

2. Pasahat Tondi; yang bertujuan untuk menyerahkan roh kepada Debata Mulajadi Nabolon sekaligus meminta permohonan untuk mengampuni dosa orang yang sudah meninggal.

3. Mararisabtu; upacara  yang dilaksanakan setiap hari sabtu yang biasa dilakukan untuk beribadah.

4. Mardebata; tambahan ibadat yang dilakukan untuk memberikan persembahan atau pelean lalu kemudian memberikan persembahan tersebut dengan diiringi bunyi-bunyian gendang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline