Lihat ke Halaman Asli

Tino Rahardian

TERVERIFIKASI

Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Mencari Jalan Keluar Utang Besar Proyek Kereta Cepat Whoosh

Diperbarui: 13 Oktober 2025   20:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo saat meresmikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Stasiun Halim, Jakarta Timur, (2/10/2023).(Kompas.com/ Dian Erika)

Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahwa utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh tidak akan ditanggung oleh APBN membuka kembali debat etis dan praktis tentang penanggungan risiko proyek infrastruktur besar.

Kompas.com (13/10/2025) melansir beban utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dijalankan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencapai US$7,2 miliar atau setara Rp116,54  triliun (asumsi kurs Rp16.186 per dolar AS).

Keputusan Purbaya ini bukan sekadar soal angka; ia menyentuh tumpuan tata kelola publik, akuntabilitas BUMN, dan legitimasi kebijakan fiskal di era megaproyek yang dibiayai luar negeri.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.

Sejarah singkat proyek

Inisiatif Kereta Cepat Jakarta-Bandung lahir sebagai proyek strategis pemerintah untuk memperpendek jarak waktu antara dua kota utama Pulau Jawa.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dibentuk pada 16 Oktober 2015 berdasarkan akta No. 86 tanggal 16 Oktober 2015 sebagai konsorsium patungan antara sejumlah BUMN Indonesia dan entitas Tiongkok (China Railway dan anak perusahaannya).

Pembiayaan infrastruktur dan sarana sebagian besar dipenuhi lewat fasilitas kredit dari China Development Bank dan lembaga-lembaga keuangan Tiongkok.

Pada tahun 2017 disepakati Facility Agreement Pembiayaan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Beijing, China antara PT KCIC dan China Development Bank. Penandatanganan kesepakatan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping.

Pembangunan tertunda oleh masalah pengadaan tanah, pandemi, dan kenaikan biaya, sehingga total biaya akhir melampaui estimasi awal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline