Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gagal Itu Manusiawi: Merayakan International Day for Failure

14 Oktober 2025   19:58 Diperbarui: 15 Oktober 2025   10:27 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gagal bukan akhir perjalanan. Ia hanya tikungan baru. Terus melangkah, karena versi diri terbaik ada di depan sana. (Foto: Quang Nguyen Vinh/Unsplash)

Pernah menulis dengan sepenuh hati, merasa inilah karya terbaikmu ... tetapi tak juga masuk headline? Rasanya seperti sudah menekan tombol 'kirim' pada roket terbaik, tetapi ia mendarat di kebun belakang alih-alih di bintang.

Ada sedikit kecewa, tentu saja. Aku sering, lo. Namun, anehnya, tidak sampai membuatku berhenti menulis. Mungkin karena dari awal, tujuanku bukan untuk dilihat banyak orang, ya, melainkan untuk berbagi dan sebagai bagian dari terapi diri sendiri.

Kegagalan memang tak selalu berbentuk besar dan dramatis. Kadang, ia hadir dalam hal-hal sederhana: tulisan yang tak dibaca, usaha yang tak dihargai, rencana diet yang batal di tengah jalan, atau cinta yang tak dibalas.

Salah satu yang dulu terasa getir, tetapi kini bisa kutertawakan datang dari masa kuliah. Aku pernah diputus dengan alasan, yang pada akhirnya aku tahu ternyata hanya sebuah klise, "Kamu terlalu baik untukku."

Aku hanya mengijinkan diriku menangis sebentar, lalu berhenti. Karena aku tahu, buat apa mempertahankan sesuatu yang satu sisinya sudah ingin pergi, kan?

Masih untung, dia jujur secepatnya. Jadi aku tak perlu terjebak dalam harapan yang menggantung. Mungkin aku terlalu logis, ya. Namun, logika itulah yang menyelamatkanku dari berlarut dalam luka.

Aku pernah terlalu ingin membuktikan diri, sampai lupa menikmati prosesnya. Ketika hasilnya tak seindah rencana, aku merasa gagal ... padahal mungkin yang gagal hanyalah ekspektasiku, bukan diriku.

Gagal Itu Manusiawi

Kini aku belajar, gagal bukan berarti kalah. Gagal hanya menandakan bahwa sesuatu belum waktunya berhasil, atau mungkin memang bukan jalannya. Yang penting, kita sudah berani mencoba.

Kita tumbuh dalam budaya yang sering menyanjung keberhasilan, tetapi jarang membicarakan kegagalan. Seolah sukses adalah satu-satunya tanda kita hidup "benar".

Padahal, gagal itu manusiawi—bahkan perlu. Ia adalah bagian dari perjalanan menuju versi diri yang lebih matang.

Tanggal 13 Oktober, dunia memperingati International Day for Failure, sebuah gerakan yang bermula di Finlandia tahun 2010 oleh sekelompok mahasiswa Universitas Aalto.

Pelajaran dari Finlandia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun