Setahun Prabowo–Gibran: Maaf, Antara Puja Angka dan Realita Lapangan Masih Ada Kesenjangan
“Popularitas bisa diraih dengan pencitraan, tapi kepercayaan hanya tumbuh dari kerja nyata yang menyentuh rakyat.”
Oleh Karnita
Pengantar: Ketika Angka Kepuasan Tak Selalu Berarti Kepuasan Nyata
Apakah tingkat kepuasan publik yang tinggi selalu menandakan pemerintahan berjalan baik? Pertanyaan itu terasa relevan ketika survei Index Politica merilis angka fantastis—83,5 persen masyarakat mengaku puas terhadap kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Sebuah capaian yang tentu patut diapresiasi, tapi juga pantas dikaji dengan kepala dingin.
Saya tertarik menulis ini karena publik kini berdiri di dua sisi: satu memuji semangat kerja kabinet muda dengan gaya komunikatif dan terbuka, satu lagi menagih janji transformasi struktural yang belum sepenuhnya terlihat. Ketika angka dan persepsi bersatu, realitas lapangan kerap menyajikan cerita berbeda. Dari perut rakyat hingga pos anggaran negara, tak semuanya seindah headline berita.
Urgensi pembahasan ini bukan untuk menafikan prestasi, melainkan untuk menyeimbangkan euforia dengan refleksi. Satu tahun pemerintahan adalah cermin awal: apakah visi besar mulai menjejak, atau masih sebatas slogan yang ramai di baliho dan media sosial?
1. Antara Persepsi, Citra, dan Kenyataan
Hasil survei Index Politica menunjukkan mayoritas rakyat puas terhadap kepemimpinan Prabowo–Gibran. Tingkat kepuasan tinggi ini diperkuat oleh pemberitaan positif dan komunikasi publik yang intens. Namun, dalam politik modern, kepuasan publik sering kali lebih mencerminkan persepsi daripada pengalaman langsung terhadap kebijakan.
Beberapa faktor non-substansial ikut membentuk citra positif: gaya humor Gibran yang cair di media sosial, atau citra tegas Prabowo di panggung internasional. Namun, di sisi lain, sejumlah sektor publik—seperti pendidikan, kesehatan, dan industri kecil—masih berjuang menghadapi problem struktural yang belum tersentuh kebijakan besar.