Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahwa utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh tidak akan ditanggung oleh APBN membuka kembali debat etis dan praktis tentang penanggungan risiko proyek infrastruktur besar.
Kompas.com (13/10/2025) melansir beban utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dijalankan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencapai US$7,2 miliar atau setara Rp116,54 Â triliun (asumsi kurs Rp16.186 per dolar AS).
Keputusan Purbaya ini bukan sekadar soal angka; ia menyentuh tumpuan tata kelola publik, akuntabilitas BUMN, dan legitimasi kebijakan fiskal di era megaproyek yang dibiayai luar negeri.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.
Sejarah singkat proyek
Inisiatif Kereta Cepat Jakarta-Bandung lahir sebagai proyek strategis pemerintah untuk memperpendek jarak waktu antara dua kota utama Pulau Jawa.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dibentuk pada 16 Oktober 2015 berdasarkan akta No. 86 tanggal 16 Oktober 2015 sebagai konsorsium patungan antara sejumlah BUMN Indonesia dan entitas Tiongkok (China Railway dan anak perusahaannya).
Pembiayaan infrastruktur dan sarana sebagian besar dipenuhi lewat fasilitas kredit dari China Development Bank dan lembaga-lembaga keuangan Tiongkok.
Pada tahun 2017 disepakati Facility Agreement Pembiayaan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Beijing, China antara PT KCIC dan China Development Bank. Penandatanganan kesepakatan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping.
Pembangunan tertunda oleh masalah pengadaan tanah, pandemi, dan kenaikan biaya, sehingga total biaya akhir melampaui estimasi awal.