Lihat ke Halaman Asli

Tino Rahardian

TERVERIFIKASI

Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Pancasila, Proyek Strategis Nasional, dan Tata Kelola Negara

Diperbarui: 1 Oktober 2025   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan Tol Akses Patimban di Subang, Jawa Barat, salah satu Proyek Strategis Nasional.(Foto: Dok. Wijaya Karya via Kompas.com)

Pancasila lahir dari pertarungan melawan kolonialisme. Kini, ia diuji oleh wajah baru imperialisme: globalisasi, perang dagang, dan polarisasi sosial. Hanya dengan menjadikannya pedoman tata kelola negara, Pancasila akan tetap sakti dan hidup.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober tidak boleh berhenti pada ritual seremoni. Pancasila bukanlah ide yang jatuh dari langit, melainkan lahir dari pergulatan sejarah bangsa yang panjang.

Ia lahir dari pertarungan sengit antara spirit kemerdekaan melawan kolonialisme dan imperialisme.

Para pendiri bangsa menjadikannya sebagai dasar negara untuk memastikan bahwa Indonesia merdeka tidak hanya lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga memiliki fondasi moral dan politik yang mampu menolak segala bentuk dominasi, eksploitasi, dan penindasan.

Hari ini, lebih dari tujuh dekade setelah kemerdekaan, Pancasila kembali dipertanyakan relevansinya.

Di tengah derasnya arus globalisasi, perang dagang antarnegara besar, hingga tantangan ekonomi domestik, apakah Pancasila tetap sekadar simbol seremonial atau benar-benar menjadi pedoman praksis kebangsaan?

Pancasila dalam Arah Pembangunan Nasional

Kesaktian Pancasila hari ini menemukan relevansi baru dalam arah pembangunan yang dirumuskan secara sistematis melalui 77 Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

PSN ini mencakup bidang infrastruktur, pangan, energi, kesehatan, digitalisasi, hilirisasi, hingga pertahanan. Secara ideal, PSN dapat menjadi wujud konkret sila kelima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jalan tol dan transportasi massal mencerminkan persatuan ruang ekonomi nasional; bendungan dan proyek irigasi memperkuat ketahanan pangan sebagai perwujudan gotong royong; sementara proyek digitalisasi, seperti Palapa Ring lanjutan dan satelit SATRIA, memastikan pemerataan akses teknologi di seluruh pelosok negeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline