Mohon tunggu...
Agoes R Yoga
Agoes R Yoga Mohon Tunggu... Staf Ahli DPRK Aceh Tengah

Saya gemar membaca, menulis, foto, olah raga, politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karya Dr. Salman Yoga "Kelising" di Bedah

4 Oktober 2025   01:20 Diperbarui: 3 Oktober 2025   20:32 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembicara dan sejumlah peserta diskusi dan bedah buku Kelising di Aula PDS HB Jassin Taman Ismail Marzuki Jakarta, Kamis, 2 Oktober 2025. (foto Ist)

JAKARTA-- Buku terbaru karya Dr. Salman Yoga berjudul "Kelising"  diperkenalkan melalui sebuah forum diskusi dan bedah buku yang diselenggrakan Dispusip Jakarta dan PDS HB Jassin, Kamis (2/10/2025).

Tiga tokoh lintas bidang hadir sebagai pembicara utama: sastrawan dan penyair Fikar W. Eda, seniman teater Jose Rizal Manua, serta penulisnya sendiri, Dr. Salman Yoga. Diskusi dipandu moderator Ayu Yulia Djohan.

Dalam paparannya, Salman menjelaskan bahwa Kelising lahir dari kegelisahannya melihat seni yang kian terjebak dalam industri dan euforia belaka. "Buku tetap menjadi medium paling efektif untuk memperkenalkan gagasan seorang penulis. Kelising saya pilih dari bahasa Gayo, yang berarti memutar---sebuah simbol pencarian nilai berharga yang sesungguhnya dekat dengan kita," ungkap Salman.

Buku ini berisi empat naskah, salah satunya Tungku, yang merekam kisah getir keluarga korban konflik panjang di Aceh. Naskah ini pernah dipentaskan di panggung teater, namun Salman menuturkan bahwa apresiasi publik kala itu belum menyentuh makna kemanusiaan yang diusung karya tersebut.

Fikar W. Eda menilai Kelising sebagai refleksi sosial dan politik yang menjadikan seni sebagai ruang kemanusiaan. "Karya ini mengingatkan kita bahwa seni tidak semata hiburan, tapi juga cermin nurani," ujarnya.

Senada dengan itu, Jose Rizal Manua menyebut Kelising sebagai bukti bahwa seni berperan menjaga ingatan kolektif. "Naskah-naskah ini merekam luka sejarah dan mengajak publik merenung. Generasi muda perlu melihat bahwa seni sering lahir dari penderitaan dan perjuangan," katanya.

Sejumlah tokoh budaya turut hadir, di antaranya tokoh muda Gayo Irmansyah, sutradara film dokumenter Radio Rimba Raya Ikmal Gopi, penulis dan pegiat literasi Zuhri Gayo, serta mantan Ketua Musara Gayo, Akhyar Gayo. Kehadiran mereka memperkaya percakapan tentang hubungan karya sastra dengan sejarah dan identitas Gayo.

Diskusi berlangsung dinamis dengan antusiasme tinggi dari peserta, mulai dari akademisi hingga komunitas seni dan literasi. Dialog interaktif tersebut menegaskan bahwa karya sastra memiliki peran penting tidak hanya sebagai estetika, tetapi juga sebagai wadah refleksi sejarah, budaya, dan nilai kemanusiaan.

Lewat Kelising, Salman Yoga bersama para narasumber dan peserta membuka ruang apresiasi baru terhadap seni dan sastra, sekaligus mengingatkan bahwa karya-karya tersebut adalah bagian dari perjalanan panjang ingatan kolektif bangsa.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun