SAMPANG - Puluhan pemuda menggeruduk kantor Dinas Lingkungan Hidup, Permukiman, dan Perumahan Rakyat (DLH Perkim) Sampang, Jumat (10/10/2025). Mereka menuding adanya praktik diskriminasi dan intervensi dalam proses perizinan penggunaan Alun-Alun Trunojoyo yang dinilai telah melanggar aturan bupati.
Aksi ini dipicu oleh dugaan bahwa mekanisme perizinan untuk ruang publik ikonik tersebut tidak berjalan sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 59 Tahun 2023. Prosedur yang seharusnya menjadi wewenang penuh DLH Perkim, dalam praktiknya dituding harus mendapat "restu" informal dari bupati.
Tudingan Intervensi di Balik Izin Pemanfaatan
Koordinator Aksi, Afrizal, dalam orasinya secara gamblang menyoroti adanya perlakuan tebang pilih. Ia mengaku pihaknya pernah ditolak saat mengajukan izin kegiatan dengan dalih harus menghadap bupati terlebih dahulu. Namun, di lain waktu, kelompok lain justru dapat menggunakan fasilitas serupa dengan mudah.
"Bupati dan DLH Perkim Sampang gagal menjalankan Perbup No. 59 Tahun 2023. Dalam Pasal 5 sudah dijelaskan secara gamblang bahwa izin pengelolaan lahan sepenuhnya kewenangan DLH Perkim. Namun dalam implementasinya, masyarakat harus menghadap kepada bupati, khawatir bupati tidak berkenan," ujar Afrizal di lokasi.
Menurutnya, kebijakan tidak resmi ini mencederai rasa keadilan dan berpotensi mematikan kreativitas masyarakat, khususnya para pemuda. Ia menyayangkan adanya praktik yang dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu.
"Jika bukan keluarga atau penjilat-penjilat bupati, jangan harap peminjam tempat alun-alun diizinkan," tegasnya.
DLH Perkim Bantah dan Janjikan Evaluasi
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala DLH Perkim Sampang, Faisol Ansori, menepis adanya praktik diskriminasi. Ia menyatakan bahwa pelayanan perizinan diberikan secara merata kepada seluruh masyarakat Sampang tanpa terkecuali.
"Tidak benar kalau ada diskriminasi, semuanya kami layani, sama-sama orang Sampang. Kami akan melakukan evaluasi," ucapnya singkat saat ditemui usai aksi.
Meski demikian, Faisol tidak memberikan penjelasan lebih rinci mengenai prosedur yang dipersoalkan oleh para demonstran, terutama terkait dugaan perlunya persetujuan dari bupati.
Pengamat: "Bupati Urusi Jalan Rusak, Bukan Izin Teknis"
Di sisi lain, pengamat kebijakan publik, Abdul, menilai polemik ini menunjukkan adanya potensi tumpang-tindih wewenang yang tidak perlu. Menurutnya, intervensi kepala daerah dalam urusan teknis yang sudah diatur dalam Perbup justru dapat menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan.