Mohon tunggu...
Tantri Wahyuni
Tantri Wahyuni Mohon Tunggu... Dosen

Sebagai Dosen Informatika yang fokus pada Smart Farming

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Membedah Teknologi IoT yang siap merevolusi Pertanian Majalengka

18 Oktober 2025   07:06 Diperbarui: 18 Oktober 2025   07:06 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sebagai akademisi di bidang Teknik Elektro, saya terbiasa berhadapan dengan sirkuit, mikrokontroler, dan sistem data. Namun, belakangan ini, "laboratorium" riset saya meluas hingga ke pematang sawah dan lorong-lorong greenhouse. Saya tidak sedang beralih profesi menjadi petani, melainkan mencoba membawa "denyut nadi" teknologi digital ke jantung ketahanan pangan kita melalui konsep Smart Farming berbasis Internet of Things (IoT).

Kita sering mendengar petani senior mengandalkan "ilmu titen," sebuah kearifan lokal untuk membaca alam. Namun, metode konvensional seperti mendeteksi kelembaban tanah hanya berdasarkan warna dan tekstur visual terbukti tidak efisien dan seringkali tidak akurat. Apalagi untuk komoditas sensitif seperti melon, yang kondisi tanahnya harus dijaga dengan presisi tinggi. Kesalahan kecil dalam penyiraman bisa berdampak besar pada hasil panen.

Di sinilah IoT berperan, bukan sebagai pengganti, melainkan sebagai partner presisi bagi kearifan petani. Teknologi ini memungkinkan ladang untuk "berbicara" langsung kepada pemiliknya, melaporkan kondisinya secara real-time melalui data. 

Untuk memahami cara kerjanya, mari kita bedah dua implementasi nyata dari jurnal penelitian yang saya sedang kaji: satu dari Politeknik Negeri Jember, Indonesia, dan satu lagi dari Can Tho University, Vietnam. Keduanya fokus pada budidaya melon.

Pada dasarnya, sebuah sistem IoT untuk pertanian terdiri dari empat elemen utama:

  • "Otak" Sistem (Unit Pemroses): Ini adalah pusat kendali. Tim di Politeknik Jember mengembangkan sebuah System on Chip (SoC) portabel yang menggunakan mikrokontroler ESP. Sementara itu, riset di Vietnam menggunakan kontroler yang lebih industrial, yaitu PLC S7-1200, untuk stabilitas sistem yang lebih tinggi. Keduanya membuktikan bahwa teknologi ini bisa diskalakan, dari level purwarupa hingga sistem yang lebih mapan.
  • "Indra" Lapangan (Sensor): Inilah yang membuat ladang bisa "merasakan" lingkungannya. Berbagai sensor ditanamkan untuk mengumpulkan data krusial:
  • Sensor Kelembaban Tanah: Mengukur kadar air tanah secara akurat, menjadi dasar utama kapan harus menyiram. 
  • Sensor Suhu dan Kelembaban Udara (DHT22): Memantau kondisi mikroklimat di sekitar tanaman.
  • Sensor Suhu Air (DS18B20): Memastikan air irigasi berada pada suhu yang optimal.
  • Sensor Lainnya: Sistem yang lebih komprehensif di Vietnam bahkan mengintegrasikan sensor pH dan EC (daya hantar listrik) untuk mengontrol konsentrasi nutrisi terlarut dalam air.
  • "Tangan dan Kaki" (Aktuator): Setelah "otak" menganalisis data dari "indra," ia akan memberi perintah pada aktuator untuk bertindak. Contohnya adalah pompa air mini 12V dan katup (valve)  yang akan menyala atau mati secara otomatis untuk mengalirkan air ke tanaman.
  • Antarmuka Pengguna (Aplikasi): Di sinilah petani berinteraksi dengan ladangnya. Data dari sensor ditampilkan secara visual, baik melalui layar LCD kecil pada perangkat di lapangan maupun melalui aplikasi berbasis web dan smartphone. Tim Jember bahkan secara spesifik menyebut penggunaan MIT App Inventor untuk mengembangkan aplikasi di ponsel.

Salah satu keunggulan utama dari sistem yang dikembangkan adalah fleksibilitas kontrolnya. Petani diberi dua pilihan mode:

  • Mode Otomatis: Sistem bekerja mandiri. Berdasarkan data dari sensor, penyiraman akan aktif secara otomatis ketika kondisi tanah terdeteksi kering dan berhenti ketika tingkat kelembaban ideal tercapai. Riset di Jember, misalnya, mengatur penyiraman akan berhenti saat kelembaban mencapai 65%.
  • Mode Manual: Petani memegang kendali penuh. Melalui tombol ON/OFF di aplikasi smartphone, mereka bisa menyalakan atau mematikan pompa kapan saja, dari mana saja. Ini penting, karena memberikan rasa aman dan kontrol kembali ke tangan petani, meski sistemnya cerdas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun