Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro

Membaca Kerasnya Persaingan Bisnis Antara Pecel dan Nasi Padang

Diperbarui: 2 Oktober 2025   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Pecel yang dilengkapi dengan tempe goreng di atas meja mewah, sajian yang menggoda lidah. (ChatGbt)

Suatu ketika saya pernah mengunjungi Kota Yogyakarta untuk belajar tentang perkoperasian. Di sana saya mencoba mencari-cari makanan yang biasanya saya temui di perempatan jalan di kampung saya. Nasi Pecel, adalah makanan yang menjadi menu favorit ketika sepulang sekolah maupun ketika sang Emak tidak membuat sayur yang sesuai selera.

Mencari makanan tersebut bukan hendak mencari yang aneh-aneh, karena memang di saat itu, makanan yang paling dicari untuk mengenang makanan di kala kanak-kanak itu ternyata cukup sulit. Jadilah saya temukan makanan lain yang ternyata berbeda dari yang saya harapkan. 

Terlepas dari kenangan waktu masih kanak-kanak dengan makanan yang ndilalah juga dijual oleh adiknya nenek, yang kebetulan juga jauhnya sekira dua ratus meter dari rumah orang tua, ternyata menyimpan kenangan tersendiri. Betapa makanan legenda ini masih sangat menggoda untuk dinikmati. 

Menikmati makanan dari sayuran yang telah direbus dan dibumbu dengan bumbu kacang tanah dengan rasa pedas bercampur sedikit manis ini rupa-rupanya tidak bakalan lekang oleh waktu.

Untungnya pecel ini masih dapat dijumpai di kota di mana kami tinggal, hanya dengan bergerak beberapa langkah saja, makanan yang sungguh menggoda iman turut memicu lidah untuk terus mengecap dan menelan air liur karena rasanya yang menggoda.

Pecel adalah salah satu makanan favorit sama favoritnya ketika ketemu dengan gudeg Jogja. Makanan dari nangka muda (nongko, gori atau tewel  sebagian masyarakat Jawa menyebutnya). 

Sedangkan masyarakat Jawa yang era gen Z saat ini, makanan ini sepertinya dianggap sebagai makanan yang asing bagi lidah mereka. Bisa jadi, karena saat ini amat jarang kaum muda yang mau bersusah payah menjual makanan sederhana tersebut. 

Entah, apakah karena merasa malu atau gengsi? Atau memang konsumen saat ini lebih memilih makanan import dan siap saji yang jika menurut ahli gizi sangat tidak dianjurkan untuk dikonsumsi secara terus menerus.

Apa yang terjadi dengan Pecel? Kenapa tak setahan Gudeg atau Nasi Padang?

Menjaga warisan leluhur bukanlah sesuatu yang mudah. Kenapa? Ya, karena tidak semua orang mau peduli dengan nasib kuliner-kuliner tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline