Gegap gempita perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 menghiasi setiap jalan yang dilewati. Bendera berkibar, lomba digelar, perayaan dibuat mewah dan meriah semata untuk menyambut bulan kemerdekaan.
Perayaan kemerdekaan digelar setiap tahun, namun ada sebuah pertanyaan mengganggu di hati, "Benarkah kita telah merdeka?"
Refleksi: Benarkah Sudah Merdeka?
Secara fisik, mungkin benar sudah tidak ada lagi perang senjata dan pertumpahan darah. Namun secara non fisik, kita belum benar-benar merasakan merdeka.
BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat 8,74 persen penduduk Indonesia atau setara dengan 23,85 juta jiwa penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Meskipun tampak ada penurunan 0,01 persen dibanding September 2024, namun kuartal 1 pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,87 persen yoy (year on year).
Tidak hanya itu, Kementrian Tenaga Kerja mencatat 26.455 pekerja mengalami PHK hingga 20 Mei 2025. Hal ini tentu berdampak pada penurunan kelas menengah sebagai penggerak motor perekonomian.
Aspek sosial pun mengalami kemunduran. Menjamurnya judi online, pinjaman online hingga penyakit masyarakat lainnya. Tindakan kriminal meningkat, perusakan generasi bergerak masif lewat narkoba dan seks bebas, serta terbatasnya akses kesehatan dan pendidikan terasa kontras dengan slogan merdeka yang digaungkan saat ini.
Di sisi lain, para pejabat terlena dalam lingkar korup yang terus meningkat tajam. Indeks Persepsi Korupi (IPK) Indonesia meningkat di 37/100, dari sebelumnya 34/100. Menempatkan Indonesia ke urutan 99 dari 180 negara. Mafia peradilan pun menjamur, membentuk impunitas, mencengkeram rakyat kalangan bawah tanpa ampun dengan serangkaian produk hukum dan kebijakan.
BPS mencatat Indeks Gini Indonesia pada Maret 2025 sebesar 0,375, artinya cukup besar ketimpangan pengeluaran penduduk di Indonesia. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin terbuka lebar. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin banyak.
Tidak ada yang menodongkan senjata dari pihak asing, namun karpet merah digelar untuk asing atas nama investasi untuk mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan alam di Indonesia. Negara dibanjiri importasi. Penduduk pribumi menjadi budak bagi korporasi. Penduduk pribumi berlomba-lomba mencari penghidupan di tanahnya sendiri.